KABAR BIREUEN, Banda Aceh – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin, mengapresiasi kerja-kerja profesional wartawan dalam mengawal kasus alih status empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang sempat diklaim masuk wilayah Sumatera Utara.
Dia menyebutkan, peran pers salah satu kekuatan penting yang mendorong kembalinya Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ke pangkuan Provinsi Aceh. Sebab, media tak henti-hentinya menggali dan mengumpulkan berbagai data dan fakta yang kemudian disajikan secara konsisten kepada publik.
“Apa yang dilakukan wartawan telah membangkitkan kesadaran dan kekuatan kolektif masyarakat, bukan hanya di Aceh, tapi juga di tingkat nasional bahkan internasional,” ujar Nasir dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (18/6/2025).
Keputusan Presiden Jadi Puncak Perjuangan
Keputusan pengembalian empat pulau ke Aceh diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Keputusan ini diambil langsung oleh Presiden Prabowo Subianto usai memimpin rapat bersama Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Presiden Prabowo Putuskan 4 Pulau yang Disengketakan Masuk Wilayah Aceh
Dalam konferensi pers, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, dasar pengembalian keempat pulau itu mengacu pada dokumen otentik tahun 1992 yang ditemukan di Gudang Arsip Kemendagri, Jakarta Timur. Dokumen tersebut menunjukkan, keempat pulau itu masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.
Namun, di balik keputusan negara tersebut, Nasir mengungkapkan, pers berperan penting dalam membuka mata publik terhadap dugaan ‘pencaplokan’ wilayah Aceh.
BACA JUGA: Mualem Berterima Kasih ke Prabowo Usai 4 Pulau Sah Milik Aceh: Yang Penting NKRI
“Keempat pulau itu nyaris hilang dari peta Aceh. Namun, Presiden Prabowo telah menggagalkan niat jahat tersebut. Dan kerja-kerja jurnalis yang berdiri di atas data dan fakta, menjadi bagian penting dalam proses penyadaran itu,” tegasnya.
Lawan Upaya Pengaburan Sejarah
Nasir menyoroti Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 yang sempat menyatakan keempat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara. Dia menyebut, publikasi media yang intens telah memunculkan gelombang protes dan kesadaran kolektif tentang pentingnya mempertahankan hak Aceh.
“Pers dengan kekuatan data, bukti, dan sumber-sumber yang berkompeten, terus melakukan perlawanan terhadap upaya pengaburan sejarah maupun hak suatu bangsa (daerah). Ini bukan soal berita semata, tapi bagian dari perjuangan,” jelasnya.
Menurut Nasir, keberhasilan mengembalikan pulau-pulau tersebut bukanlah hasil kerja individu atau satu lembaga saja. Itu hasil perjuangan kolektif yang melibatkan berbagai elemen, termasuk insan pers yang tak gentar menghadapi tekanan.
“Ini kerja bersama. Wartawan kita tak hanya menulis, tapi ikut menyuarakan suara rakyat Aceh kepada dunia. Mereka layak disebut bagian dari garda terdepan dalam menjaga kedaulatan daerah,” pungkas Nasir Nurdin. (Suryadi)