KABAR BIREUEN, Bireuen – Sidang gugatan perdata senilai Rp1,1 miliar yang diajukan seorang calon pengantin perempuan berinisial F terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bireuen, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Rabu (8/10/2025).
Gugatan tersebut dilayangkan terkait dugaan ketidakakuratan hasil tes kehamilan di Puskesmas Samalanga yang menyebabkan pembatalan pernikahan F dengan calon pasangannya.
Dalam sidang lanjutan itu, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Bireuen menghadirkan dr. Athaillah A. Latief, Sp.OG, dokter spesialis kebidanan dan kandungan ternama di Bireuen, sebagai saksi ahli. Dia memberikan keterangan terkait standar prosedur medis pemeriksaan kehamilan pra-nikah dan tingkat akurasi tes planotes yang digunakan sebagai metode skrining awal.
“Tes planotes merupakan prosedur yang lazim dan andal sebagai pemeriksaan awal. Namun, hasilnya bisa dipengaruhi oleh waktu pengujian, kondisi sampel, atau variasi hormon pasien,” jelas dr. Athaillah dalam persidangan.
Dia menegaskan, tidak ditemukan indikasi malpraktik dalam pemeriksaan di Puskesmas Samalanga. Prosedur yang dilakukan, katanya, sudah sesuai dengan pedoman standar nasional Kementerian Kesehatan RI.
“Protokol medis yang ketat penting untuk mencegah kesalahan diagnosis yang bisa berdampak sosial dan psikologis, apalagi bagi calon pengantin,” tambahnya.

Sidang itu juga dihadiri Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bireuen, dr. Zumirda, Sp.B, FISA FINACS, yang memantau jalannya proses hukum perkara tersebut.
“IDI Bireuen berkomitmen mengawasi perkara ini agar berlangsung adil dan tidak merusak citra profesi kedokteran. Kami mendukung penuh pembahasan aspek medis secara objektif,” ujar dr. Zumirda.
Kasus menghebohkan tersebut bermula pada Juni 2025, ketika hasil tes kehamilan terhadap F dari Puskesmas Samalanga diduga menunjukkan hasil positif. Akibatnya, Kantor Urusan Agama (KUA) Samalanga menolak melangsungkan akad nikah F dengan calon pasangannya.
Seminggu kemudian, F memeriksa ulang di Banda Aceh. Pemeriksaan ulang ini menunjukkan hasil negatif atau F tidak hamil.
Akibat hasil awal itu yang diduga keliru dan F merasa dirugikan, kemudian dia menempuh langkah hukum. Penggugat menuntut kompensasi atas kerugian materiil (biaya pernikahan dan kesehatan) serta immateriil (trauma emosional).
Sebelumnya, proses mediasi pada 2 dan 7 Juli 2025 gagal mencapai kesepakatan. Kini, JPN Kejari Bireuen terus mendampingi Pemkab Bireuen sebagai tergugat utama dalam perkara bernomor 5/Pdt.G/2025/PN.Bir tersebut.
Agenda sidang berikutnya dijadwalkan Rabu, 15 Oktober 2025, dengan agenda penyampaian kesimpulan melalui sistem E-Court Pengadilan Negeri Bireuen. (Suryadi)









