KABAR BIREUEN, Bireuen – Ketergantungan media siber terhadap pemerintah daerah dan dominasi platform digital seperti Google dan YouTube, menjadi tantangan besar dalam menjaga independensi pers di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Dr. Teuku Kemal Pasha, S.Sos., M.Hum, antropolog dan pengamat politik dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, dalam paparan diskusi panel bertajuk “Peran Pers dalam Menjaga Demokrasi” yang digelar di Coffee SB Premium, Bireuen, Kamis, 15 Mei 2025.
Dalam diskusi yang diikuti puluhan wartawan itu, Kemal Pasha menyoroti kondisi kebebasan pers di Indonesia yang menunjukkan tren penurunan dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan data Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2024 yang dirilis Dewan Pers, Indonesia mengalami penurunan signifikan dengan skor 69,36. Angka ini lebih rendah dari 71,57 pada 2023 dan 71,88 pada 2022. Peringkat global Indonesia pun turun dari posisi 108 ke 111.
“Ini bukan sekadar angka, tapi cerminan dari merosotnya ruang bebas bagi jurnalis untuk bekerja secara independen,” ujar Kemal.
Da menambahkan, meskipun pada masa pandemi Covid-19 ruang gerak media dibatasi karena meningkatnya kontrol negara, ironisnya indeks kebebasan pers justru naik. Hal ini, menurutnya, dipengaruhi oleh menjamurnya media siber. Namun, pertumbuhan kuantitas tersebut tidak sejalan dengan kualitas dan kebebasan pers yang sejati.
“Media siber berkembang pesat, tapi banyak di antaranya justru tidak mampu berdiri independen. Mereka bergantung pada anggaran iklan dari pemerintah daerah yang kerap digunakan sebagai alat kontrol terhadap pemberitaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kemal menyampaikan, kondisi kesejahteraan jurnalis di media daring masih jauh dari ideal. Dominasi platform digital seperti Google dan YouTube dalam menguasai pendapatan iklan memperparah situasi ini.
“Media lokal kalah bersaing dengan platform digital raksasa. Ini membuat wartawan sulit mendapatkan upah yang layak, sehingga menurunkan kualitas dan integritas dalam praktik jurnalistik,” ujarnya.
BACA JUGA: Didukung GeRAK, PWI dan AJI Bireuen Diskusikan Kebebasan Pers dan Ancaman Disinformasi Digital
Kemal Pasha menekankan, untuk menjaga demokrasi tetap hidup, peran pers sebagai pilar keempat harus diperkuat dengan jaminan kebebasan dan kesejahteraan.
“Pers tidak boleh sekadar menjadi perpanjangan tangan kekuasaan atau tersandera oleh algoritma dan klik,” demikian diingatkan pria yang aktif menulis opini di sejumlah media lokal dan nasional itu.
Diskusi itersebut merupakan bagian dari peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang mengangkat tema nasional, “Melalui Kebebasan Pers, Kebenaran dan Demokrasi Terwujud: Tanpa Kebencian dan Disinformasi.” Acara ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya kebebasan pers, tetapi juga tantangan serius yang harus dihadapi dalam era digitalisasi dan desentralisasi informasi.(Suryadi)