Oleh: Rizki Dasilva
Kepala SMAIT Entrepreneur Muhammadiyah Bireuen
ZAKAT, infak, dan sedekah (ZIS) bukan sekadar kewajiban agama, tetapi juga simbol solidaritas umat. Di Bireuen, Baitul Mal sebagai pengelola dana Zis memikul tanggung jawab besar: memastikan setiap rupiah sampai ke tangan yang tepat. Sayangnya, tanpa transparansi, kepercayaan masyarakat bisa terkikis.
Di era digital ini, publik menuntut akuntabilitas. Baitul Mal Bireuen harus menjadi garda terdepan dalam mengubah dana sosial menjadi program nyata, seperti bantuan pendidikan dan kesehatan, dengan prinsip open book.
Termasuk di dalamnya, bantuan modal usaha untuk pengusaha kecil dan bantuan rumah bagi fakir miskin harus dikawal ketat agar tak ada celah korupsi.
Transparansi adalah pilar kepercayaan. Saya menyarankan kedepan baitul mal bireuen setiap muzakki bisa melacak dana mereka secara real-time, seperti memantau paket online. Al-Qur’an tegas menyebut, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu” (QS Al-Anfal: 27).
Baitul Mal wajib merespons ayat ini dengan laporan keuangan terbuka, auditan independen, dan publikasi program secara rutin.
Khusus untuk bantuan modal usaha dan perbaikan rumah kaum dhuafa, transparansi harus menjadi harga mati. Jangan sampai ada “pemotongan” dana atau main DP atau alokasi fiktif yang merugikan penerima. Ini rejekinya orang fakir, sayangi mereka.
Sebenarnya , transparansi bisa mendongkrak partisipasi masyarakat. Ketika warga Bireuen yakin dana ZIS dikelola profesional, mereka akan berlomba memberi.
Contohnya, di Aceh Besar, Baitul Mal setempat berhasil meningkatkan penerimaan zakat 40% hanya dengan meluncurkan portal transparansi.
Mereka juga mencatatkan setiap penerima bantuan modal dan renovasi rumah dalam database publik, sehingga para muzakki bisa melihat langsung dampak sumbangan mereka.
Sebaliknya, ketidakjelasan aliran dana akan memicu skeptisisme. Jangan sampai Bireuen tertinggal hanya karena ragu membuka data! Apalagi kita penduduk kedua terbanyak di provinsi Aceh.
Kedepan baitul bireuen wajib ada web atau portal digital yang mendukung Akuntabilitas dan transparansi.
Harus ada Data base penerima zakat dan juga memiliki menu lengkap seperti (Bayar zakat online, kalkulator zakat, konsultasi zakat dll). Portal dan web ini juga menjadi tameng dari penyalahgunaan.
Dana ZIS adalah “darah” bagi mustahik; bocor sedikit saja, nyawa sosial bisa terancam. Bantuan modal usaha yang diselewengkan akan membunuh harapan pengangguran bangkit mandiri. Sedangkan korupsi dana bantuan rumah hanya memperpanjang nestapa fakir miskin.
Transparansi meminimalisir risiko korupsi, kolusi, atau kesalahan administrasi. Baitul Mal Bireuen perlu membentuk tim pengawas yang melibatkan tokoh agama, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Misalnya, verifikasi penerima bantuan rumah harus melibatkan Geucyik Ketua Dusun dan lembaga independen, sementara pelatihan usaha wajib disertai laporan progres yang bisa diakses publik. Begitu setiap bantuan UMKM harus ada pendampingan.
Sudah saatnya Baitul Mal Bireuen menjadi pelopor perubahan. Langkah konkret seperti merilis laporan bulanan di website, mengadakan forum pertanggungjawaban publik, atau menggunakan blockchain untuk pencatatan dana bisa menjadi terobosan.
Dengan transparansi ekstra pada program bantuan produktif dan rumah layak huni, Bireuen bisa menjadi contoh daerah yang memutus mata rantai kemiskinan tanpa cela.
Dengan cara ini, Bireuen tak hanya memakmurkan ekonomi umat, tetapi juga mencontohkan tata kelola ZIS berintegritas. Mari dorong Baitul Mal Bireuen menjadi garda mengentaskan kemiskinan dan terbuka agar setiap rupiah ZIS menjadi investasi akhirat yang tak pernah rugi! [*]