Oleh: Tati, S.Pd., MPA
Pegiat Manajemen Pendidikan
KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Kabinet Merah Putih telah mengambil langkah strategis dalam reformasi sistem evaluasi pendidikan nasional. Salah satu kebijakan utamanya adalah menghapus kewajiban Ujian Nasional (UN) sebagai satu-satunya alat penentu kelulusan atau pengukur capaian akademik siswa. Sebagai gantinya, satuan pendidikan diberi otonomi untuk menyelenggarakan penilaian yang lebih kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Untuk memastikan proses evaluasi tetap berjalan secara objektif dan terstandar, Kemendikdasmen mengenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen asesmen yang inklusif dan adaptif. TKA dirancang bukan untuk menggantikan UN dalam bentuk lama, melainkan untuk memperkuat prinsip keadilan belajar dengan memberikan potret capaian akademik yang lebih bermakna di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sebab salah satunya, perolehan hasil TKA juga dapat dipakai untuk pendaftaran ke Perguruan Tinggi.
Kebijakan TKA juga mencerminkan arah baru menuju pendidikan yang lebih berkeadilan dan partisipatif, dengan tetap mengedepankan mutu sebagai orientasi utama. Kemendikdasmen mengafirmasi bahwa percepatan mewujudkan pendidikan bermutu bukan saja bergantung pada standar kurikulum, tetapi sistem evaluasi yang mampu membekali kebutuhan nyata siswa di berbagai konteks kehidupan sosial selanjutnya.
Pembelajaran yang bermutu adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif—bukan sekadar menghafal atau menjawab soal pilihan ganda.
Sistem Evaluasi Pembelajaran
Hadirnya Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen evaluasi capaian pembelajaran tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, dirancang untuk mengukur kompetensi dasar siswa secara lebih terstruktur dan adil, bukan untuk menghukum atau menyeleksi, melainkan menjadi alat reflektif bagi guru, sekolah, dan sistem pendidikan secara luas.
Jika dibandingkan dengan sistem evaluasi di negara lain, kita dapat melihat variasi pendekatan yang sejalan dengan prinsip inklusivitas dan pemerataan. Di Finlandia, misalnya. Ujian nasional tidak diwajibkan, evaluasi dilakukan berbasis sampel, fokus pada pemerataan kualitas dan perbaikan kebijakan.
Penerapan TKA di Indonesia didesain untuk menyesuaikan keragaman sosial, budaya, dan geografis yang luas. Ini menjadi penting karena sistem pendidikan nasional harus mengakui kondisi multikultural dan ketimpangan antarwilayah. TKA menjadi media pemetaan yang adil terhadap capaian akademik, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk intervensi kebijakan dan penguatan kapasitas guru secara kontekstual.
Maka, TKA tidak hanya menjadi mekanisme evaluatif, tetapi juga alat pemberdayaan sistem pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, guru dapat menggunakan hasil TKA untuk mengembangkan strategi pembelajaran diferensiatif, dan pemerintah dapat memetakan kebutuhan peningkatan mutu di tingkat daerah.
Permendikdasmen Tes Kemampuan Akademik (TKA)
Permendikdasmen No. 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA) diundangkan pada 3 Juni 2025 dan menjadi tonggak baru dalam sistem penilaian pendidikan nasional. Kebijakan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) ini, bertujuan untuk membangun sistem evaluasi yang terstandar, objektif, dan inklusif. TKA diposisikan bukan sebagai alat seleksi, tetapi sebagai sarana penguatan pembelajaran dan akuntabilitas sistem pendidikan.
Dalam siaran resminya pada 8 Juni 2025, Kepala BSKAP, Toni Toharudin, menegaskan bahwa TKA adalah bentuk komitmen Kemendikdasmen untuk menjamin hak murid di seluruh Indonesia dalam memperoleh pengukuran capaian belajar yang adil. TKA diharapkan bisa menjadi jembatan untuk membangun kesetaraan hasil pembelajaran, terlepas dari perbedaan kondisi geografis, sosial ekonomi, maupun sumber daya pendidikan.
Permendikdasmen ini mencakup beberapa poin utama: (1) TKA diselenggarakan oleh satuan pendidikan secara periodik, (2) soal dikembangkan dengan prinsip kompetensi minimum nasional, (3) hasil digunakan untuk refleksi dan peningkatan mutu pembelajaran, dan (4) evaluasi hasil belajar tidak menjadi dasar tunggal kelulusan. Dengan demikian, pendekatan ini memperkuat prinsip pendidikan yang tidak menghukum, tetapi mendidik.
Selain itu, kebijakan ini juga mendorong integrasi hasil TKA ke dalam perencanaan program remedial, penguatan kompetensi guru, dan pengembangan kurikulum sekolah. Ini menunjukkan bahwa TKA tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari ekosistem evaluasi pembelajaran nasional yang bersifat dinamis, partisipatif, dan transformatif.
Tantangan dan Peluang Pemerataan Belajar Siswa
Dengan sistem asesmen yang terstandar tetapi fleksibel secara pelaksanaan, TKA dapat menjadi jendela untuk melihat di mana letak ketimpangan pembelajaran, sehingga intervensi pemerintah menjadi lebih tepat sasaran dan terukur.
Namun, tantangan lainnya dalam pelaksanaan TKA adalah disparitas akses teknologi, kualitas guru, dan kesiapan manajemen sekolah. Di daerah tertinggal, pelaksanaan TKA perlu disertai dengan dukungan teknis dan pendampingan intensif. Dalam jangka panjang, data TKA harus diolah tidak hanya sebagai angka, tetapi juga sebagai bahan refleksi kebijakan afirmatif, seperti peningkatan pelatihan guru, distribusi anggaran, dan pengembangan bahan ajar kontekstual.
Di sisi lain, TKA menyimpan peluang besar. Dengan data yang dikumpulkan secara nasional, pemerintah dapat mengembangkan dashboard mutu pendidikan yang real-time dan berbasis data. Ini akan membantu dalam menyusun peta jalan peningkatan mutu pembelajaran di semua jenjang secara sistemik dan berkelanjutan. Selain itu, TKA juga bisa menjadi alat advokasi publik bagi daerah untuk mendorong perbaikan layanan pendidikan di wilayahnya.
TKA akan berpengaruh jika hasilnya direspons oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga pemerintah pusat. Kolaborasi dan keterbukaan data menjadi kunci. Dalam kerangka inilah, TKA dapat menjelma sebagai instrumen keadilan pendidikan. Bukan hanya pengukuran, tetapi peneguh semangat untuk mewujudkan pendidikan bermutu bagi semua. [*]