KABAR BIREUEN, Lhokseumawe — Sampai triwulan III sepanjang Januari hingga September 2025, Mahkamah Syar’iyah (MS) Lhokseumawe telah mengeluarkan 189 akta cerai. Ini berarti dalam kurun waktu tersebut, sebanyak 189 pasangan resmi berpisah dan menjadi janda dan duda.
Data itu disampaikan Ketua Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe, Yedi Suparman, SHI, MH, melalui Panitera Fauzi, S.Ag, dalam keterangannya kepada Kabar Bireuen, Kamis (9/10/2025). Menurutnya, kasus perceraian di Lhokseumawe tahun ini masih didominasi perkara cerai gugat atau perceraian yang diajukan pihak istri.
“Dari Januari hingga September 2025, kami menerima 195 perkara cerai gugat dan 58 perkara cerai talak. Dari jumlah itu, sebanyak 178 perkara cerai gugat dan 46 perkara cerai talak sudah kami putus, dengan total 189 akta cerai yang telah diterbitkan,” ungkap Fauzi.
Dijelaskannya, faktor penyebab perceraian tahun ini tak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, yaitu karena salah satu pihak meninggalkan pasangannya lebih dari dua tahun, masalah ekonomi, perselisihan yang terus-menerus, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meskipun jumlahnya relatif kecil.

“Sebagian besar pasangan yang bercerai sebenarnya sudah melalui proses mediasi di tingkat gampong oleh tokoh masyarakat dan perangkat desa, namun upaya damai itu tidak berhasil,” sebut Fauzi.
Selain perkara perceraian, Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe juga menangani 21 perkara jinayat selama periode yang sama. Seluruh perkara tersebut telah diputus, dengan kasus perjudian, pemerkosaan, dan pelecehan seksual yang paling dominan.
Sebagai pengadilan agama yang juga menangani perkara jinayat di wilayah hukum Lhokseumawe, pihak Mahkamah Syar’iyah mengingatkan masyarakat agar tidak berurusan dengan pihak tidak resmi saat mencari informasi perkara.
“Kami mengimbau masyarakat untuk berurusan langsung dengan PTSP atau mengakses informasi melalui situs resmi MS Lhokseumawe, bukan melalui calo perkara yang justru dapat merugikan pencari keadilan,” tegas Fauzi.
Pihaknya berharap berbagai elemen masyarakat dapat berperan aktif dalam menekan angka perceraian, khususnya melalui edukasi keluarga dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rumah tangga. (Suryadi)









