Oleh: MUHAMMAD RIZWAN SYAH
Mahasiswa S1 UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir
DALAM upaya membangun masyarakat yang bermartabat dan suci secara spiritual maupun sosial, Islam menawarkan prinsip-prinsip moral yang kuat dan relevan sepanjang masa. Salah satunya termaktub dalam Surah An-Nur ayat 32–33. Dua pesan utama yang ditekankan dalam ayat ini adalah perintah untuk menikah serta larangan tegas terhadap praktik prostitusi dan eksploitasi seksual.
Perintah untuk Menikah
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur: 32, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa pernikahan adalah perintah yang tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan tanggung jawab sosial. Menikah membangun institusi keluarga yang menjadi fondasi kokoh bagi masyarakat yang sehat dan harmonis.
Islam menganjurkan pernikahan bahkan kepada mereka yang secara ekonomi belum mapan, seraya menegaskan bahwa Allah akan membukakan jalan rezeki bagi mereka yang berniat menjaga diri melalui pernikahan. Ini merupakan optimisme spiritual yang memberikan harapan dan keberanian kepada generasi muda untuk membangun kehidupan yang bermartabat.
Larangan Prostitusi dan Eksploitasi Seksual
Lebih lanjut, QS. An-Nur: 33 menyatakan, “Dan janganlah kamu paksa hamba-hamba perempuanmu untuk melacur, sedang mereka menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Barang siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah (akan) Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka, yakni para budak perempuan itu).”
Ayat tersebut melarang keras praktik prostitusi, terutama dalam bentuk pemaksaan prostitusi, bahkan terhadap budak sekalipun. Larangan ini menunjukkan komitmen Islam dalam melindungi martabat manusia, bahkan ketika konteks ayat berbicara tentang budak yang secara sosial berada pada posisi lemah. Islam datang untuk menghapuskan praktik-praktik tak manusiawi yang merendahkan harga diri seseorang demi kepentingan materi.
Meskipun perbudakan telah lama dihapuskan, pesan moral ayat ini tetap relevan hingga kini. Ia menjadi landasan untuk menentang berbagai bentuk eksploitasi seksual modern, termasuk prostitusi, pornografi, human trafficking, dan kekerasan seksual berbasis komersial lainnya.
Penegasan Nilai-Nilai Kesucian dan Kehormatan
Kedua ayat tersebut menyiratkan pentingnya menjaga kesucian (ʿiffah) sebagai nilai utama dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Menikah menjadi jalan yang diberkahi untuk menyalurkan naluri manusia dengan cara yang halal dan bermartabat. Sementara praktik prostitusi dianggap sebagai perbuatan keji yang merusak tatanan moral, spiritual, dan sosial.
Masyarakat yang membiarkan prostitusi tumbuh secara diam-diam atau terang-terangan, sesungguhnya sedang menyiapkan ruang bagi kehancuran nilai dan kehormatan manusia. Dalam perspektif Islam, upaya menjaga moral publik bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi merupakan kewajiban kolektif.
Kesimpulan
Surah An-Nur ayat 32–33 memberikan arahan moral yang sangat jelas. Menikah adalah anjuran agama untuk menjaga kesucian dan membentuk keluarga yang sah. Eksploitasi seksual, termasuk prostitusi, adalah perbuatan keji yang dilarang keras.
Islam menempatkan kehormatan dan kesucian sebagai nilai tertinggi, dan memberi solusi nyata dalam bentuk pernikahan yang sah dan bertanggung jawab.
Sudah seharusnya kita selaku umat Islam, menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai pijakan dalam merespons tantangan sosial saat ini. Mendorong pernikahan yang sehat dan menghapuskan eksploitasi seksual adalah bentuk nyata dari kontribusi kita dalam membangun masyarakat yang suci, bermartabat, dan diridhai Allah SWT. [*]