KABAR BIREUEN, Bireuen – Kuasa hukum T. Saladin Bin T. A. Rahman Ali, H. Basrun Yusuf, SH, keberatan atas eksekusi harta bersama kliennya oleh Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho melalui bantuan Mahkamah Syar’iyah Bireuen, yang dinilai sebagai tindakan maladministrasi.
Masalahnya, eksekusi tersebut dilakukan terhadap putusan perkara telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui Peninjauan Kembali (PK) Nomor 216 PK/Ag/2024 tertanggal 23 Desember 2024, yang berkekuatan hukum tetap dan diberitahukan kepada pihak termohon (T. Saladin) pada 14 Mei 2025.
Pernyataan ini disampaikan Basrun Yusuf kepada wartawan di Bireuen, Kamis (3/7/2025). Dia mengatakan, terkait eksekusi perkara gugatan sejumlah harta bersama T. Saladin dan Linda Risma Uli Manalu (mantan istri T. Saladin) yang ditangani Mahkamah Syar’iyah Jantho adalah maladministrasi karena sudah ada Putusan PK dari Mahkamah Agung.
Basrun memastikan, seluruh rangkaian putusan sebelumnya, mulai dari tingkat Mahkamah Syar’iyah Jantho, Mahkamah Syar’iyah Aceh, hingga kasasi, telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui PK tersebut.
“Amar putusan Peninjauan Kembali sudah jelas. Perkara ini diperintahkan untuk diadili kembali oleh Mahkamah Agung. Karena itu, Mahkamah Syar’iyah Jantho dan Mahkamah Syar’iyah Bireuen tidak seharusnya melakukan eksekusi terhadap putusan yang sudah dibatalkan,” tegas Basrun.

Basrun juga membeberkan, terdapat dua objek harta bersama milik kliennya yang berada di Kabupaten Bireuen, yakni sebidang tanah di Jalan Kolonel Ali Basyah, Desa Pulo Kiton, Kecamatan Kota Juang, dan sebidang tanah kebun di Gampong Krueng Simpo, Kecamatan Juli.
Menurutnya, tanah di Pulo Kiton (telah dieksekusi beberapa hari lalu), tidak seharusnya dieksekusi. Sebab, terdapat perbedaan antara data dalam putusan dengan kondisi di lapangan.
“Jika ada perbedaan data, eksekusi tidak bisa dilakukan. Ini norma hukum yang tidak bisa diabaikan,” ujar Basrun.
Begitu pula dengan objek kebun sawit dan jati di Krueng Simpo yang dieksekusi pada Kamis (3/7/2025). Dalam amar putusan banding Mahkamah Syar’iyah Aceh No. 56/Pdt.G/2023/MS.Aceh Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 83 K/Ag/2024 serta penetapan Ketua MS Jantho No. 04/Pdt.Eks/2014/MS.Jth, disebutkan bahwa luas tanah objek eksekusi sekitar 36 hektare (360.000 m²).
Namun, hasil pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bireuen pada 20–22 November 2024, menunjukkan luas sebenarnya hanya 306.239 m².
“Ini jelas ada ketidaksesuaian data. Namun, eksekusi tetap dilakukan. Padahal, ini masuk kategori non executable. Kami bukan menghalangi proses hukum, tapi hukum tidak boleh dilangkahi,” kata Basrun menutup pernyataannya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Mahkamah Syar’iyah Jantho maupun Mahkamah Syar’iyah Bireuen, terkait keberatan dan tudingan kuasa hukum mantan Kapolresta Banda Aceh tersebut. (Rizanur)