Oleh: ANWAR, S.Ag, M.A.P
KITA sering berbicara tentang pentingnya dayah mandiri di Kabupaten Bireuen. Dari diskusi tentang kemandirian finansial hingga inovasi kurikulum, semangatnya sudah terasa. Namun, mengubah konsep ini menjadi kenyataan tidak semudah membalik telapak tangan. Ada tantangan yang harus dihadapi, tapi di baliknya, terdapat peluang sangat besar menuju dayah mandiri.
Mari kita jujur, tantangan itu nyata. Dari internal dayah, sering dihadapkan pada keterbatasan sumber daya manusia. Banyak pimpinan dayah yang mumpuni dalam ilmu agama, tapi mungkin belum terbiasa dengan manajemen bisnis modern, pemasaran digital atau pengelolaan keuangan yang kompleks. Infrastruktur dayah pun seringkali terbatas, menghambat pengembangan unit usaha. Belum lagi, ada pikiran konservatif yang kadang membuat kita enggan menerima perubahan atau inovasi, khawatir menggerus nilai-nilai tradisional.
Dari luar, dayah juga harus berhadapan dengan regulasi yang terkadang belum sepenuhnya memihak atau memfasilitasi pengembangan ekonomi dayah. Akses ke modal usaha masih sulit dan dayah harus siap bersaing dengan pasar yang ketat serta bisnis lain yang sudah mapan. Jaringan dengan pihak swasta atau ahli profesional juga belum selalu terjalin erat. Ini semua adalah “tantangan” yang bisa menghambat laju transformasi dayah mandiri.
Namun, di setiap tantangan, ada peluang! Kabupaten Bireuen diberkahi dengan potensi aset wakaf dan sumber daya alam lokal yang luar biasa. Lahan yang luas bisa jadi ladang bisnis pertanian atau peternakan modern. Kita punya bonus demografi santri yang jumlahnya banyak mencapai 50 ribu orang, jika dilatih dengan benar, bisa jadi tenaga kerja produktif atau bahkan calon pengusaha.
Dukungan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen atau Provinsi Aceh juga semakin menguat, dengan komitmen pada pengembangan dayah. Dan jangan lupakan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang membuka pintu pemasaran lebih luas, melampaui batas wilayah Kabupaten Bireuen.
Lalu, bagaimana kita menghadapi ini semua? Kita butuh kerangka konseptual yang jelas, sebuah peta jalan yang tidak kaku, tapi adaptif. Kita bisa belajar dari model-model kemandirian dayah lain yang sudah sukses, baik di Aceh maupun nasional. Ada yang sukses dengan agribisnis, ada yang fokus pada jasa, ada pula yang mengandalkan dana abadi. Kuncinya adalah diversifikasi usaha, pengelolaan profesional, dan inovasi produk.
Namun, adaptasi sangat penting. Kerangka ini harus disesuaikan dengan konteks Kabupaten Bireuen. Kita harus memanfaatkan kearifan lokal, potensi sumber daya spesifik Kabupaten Bireuen, dan tentu saja, kapasitas internal dayah itu sendiri. Setiap dayah unik, jadi solusinya pun harus dibuat khusus atau disesuaikan.
Kemandirian dayah di Kabupaten Bireuen bukan sekadar wacana. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan dayah tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang dan berkontribusi lebih besar bagi kesejahteraan umat dan kemajuan daerah. Tantangan memang ada, tapi dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan pemahaman yang tepat, kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang. Masa depan dayah mandiri di Kabupaten Bireuen akan bisa diraih. [*]
*)Penulis: Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen