AGUSSALIM

KABAR BIREUEN – Pernyataan seorang Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen yang mempermasalahkan anggaran untuk pembangunan Stadion Paya Kareung sebesar Rp10 miliar dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), menuai tanggapan dari Forum Komunikasi Pemuda Mahasiswa Bireuen (Forkomabir) Wilayah DKI Jakarta.

Ketua Forkomabir, Agussalim, dalam siaran pers yang diterima media ini, Rabu, 27 Juli 2022, mengaku, sangat menyayangkan pernyataan Wakil Ketua DPRK Bireuen, Suhaimi Hamid, di media massa, terkait anggaran untuk pembangunan stadion tersebut. Padahal yang bersangkutan adalah pimpinan dewan.

“Dia terlibat dalam proses pembahasan anggaran. Apalagi mengingat sidang paripurna pengesahan APBK Bireuen tahun anggaran 2022, dipimpin oleh Suhaimi dan beliau yang mengetuk palunya,” ungkap Agussalim.

Menurut Agsal, begitu sapaan akrab Agussalim, seharusnya dewan berpikir secara visioner untuk kemajuan Bireuen ke depan. Bukan malah melemparkan hal-hal yang kontraproduktif dan membingungkan publik.

Menyangkut rencana pengalihan anggaran yang bersumber dari DOKA untuk pembangunan Stadion Paya Kareung sebesar Rp10 miliar, sebut Agsal, harus dipertimbangkan dulu seperti apa mekanisme dan tahapan yang ingin dijalankan.

“Berhubung, sampai saat ini Rancangan Qanun (Ranqanun) pertanggungjawaban APBK TA 2021 yang telah diserahkan oleh eksekutif jauh-jauh hari kepada DPRK, masih belum juga mereka selesaikan,” sebut Aqsal.

Secara aturan, menurut dia, apabila Ranqanun pertanggungjawaban APBK TA 2021 belum menjadi qanun, otomatis Perubahan APBK TA 2022 pun tidak bisa dilakukan, ditambah lagi dengan limit waktu yang tersisa. Memangnya seperti apa tahapan perencanaan, pembahasan serta realisasinya yang ingin dilakukan?

“Apakah pihak DPRK Bireuen sudah mempertimbangkan hal ini? Atau ini memang hanya spekulasi dan panggung Suhaimi Hamid saja untuk terlihat hebat di mata publik. Jangan-jangan, saudara Suhaimi sendiri yang tidak memahami proses dan alur penganggarannya,” tanya Aqsal.

Dijelaskannya, kalaupun langkah pengalihan itu dilakukan dan dipaksakan oleh pihak DPRK dan kemudian tidak siap sampai akhir tahun, sejauh mana tanggung jawab DPRK jika anggaran tersebut tidak terealisasi? Jika dana itu menjadi Silpa, otomatis penerimaan DOKA untuk Kabupaten Bireuen tahun 2023 yang besarannya Rp32 miliar, akan dikurangi Rp10 miliar dari dana Silpa tahun ini.

“Hal itu akan sangat merugikan daerah. Seyogyanya dewan berpikir secara rasional. Jangan mengedepankan tendensi-tendensi dan kepentingan politik pribadi,” tegas aktivis HMI ini.

Forkomabir juga mempertanyakan apa maksud dari seorang anggota dewan yang notabene Wakil Ketua II DPRK Bireuen, mempermasalahkan dana untuk pembangunan stadion Paya Kareung. Apa tujuan sebenarnya?

Karena itu, Agsal meragukan dan menyangsikan integritas, kapabilitas DPRK Bireuen menyangkut penganggaran, khususnya kepada Suhaimi. Dalam hal ini, statemennya sangat membingungkan publik.

Forkomabir meminta kepada pemerintah untuk segera merealisasikan kegiatan tersebut. Terlepas jadi atau tidak Bireuen sebagai salah satu tuan rumah PON 2024. Sebab, stadion dibutuhkan permanen oleh masyarakat Bireuen, bukan untuk menyambut perhelatan PON saja.

Agsal mengharapkan, siapapun yang akan memimpin Kabupaten Bireuen nantinya, harus bisa menghadirkan stadion yang representatif untuk rakyat Bireuen.

“Bireuen saat ini membutuhkan stadion yang layak. Banyak bibit-bibit olahragawan dan atlet di tengah-tengah masyarakat Bireuen, khususnya dunia sepak bola,” ujar Aqsal. (Rel)