
KABAR BIREUEN-Sejumlah perkara berhasil dihentikan penuntutannya oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi, S.H.,M.H, berdasarkan keadilan restorative atau Restorative Justice (RJ).
Berdasarkan data Kejaksaan Negeri Bireuen sejak awal Januari 2023 ada 15 perkara yang berhasil dihentikan penuntutannya dengan pendekatan restorative justice.
“Hingga saat ini sudah ada 15 perkara yang berhasil dihentikan penuntutannya melalui upaya RJ,” ucap Kajari Bireuen Munawal Hadi, S.H.,M.H. Rabu (7/6/2023).
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, S.H.,M.H didampingi Kasi Pidum Dedi Maryadi,S.H.,M.H serta Jaksa Fasilitator, kembali melakukan upaya penghentian penuntutan perkara penganiayaan berdasarkan Keadilan Restorative (Restorative Justice)
Perkara tersebut, yakni perkara tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana atas nama tersangka (AS) dengan korban (MI).
“Pasal 351 ayat (1) KUHPidana yang menyebutkan, penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah” sebutnya.
Munawal Hadi, menjelaskan, kejadian penganiayaan tersebut disebabkan oleh karena kesalahpahaman antara tersangka (AS) dengan korban (MI).
“Dimana tersangka mencurigai korban telah mencuri uang adik tersangka, lalu kemudian tersangka merasa emosi dan selanjutnya memukul korban,” jelas Kajari Bireuen
Disebutkan, adapun hasil yang dicapai dalam upaya proses perdamaian tersebut, antara lain tersangka dan korban menyetujui proses perdamaian yang difasilitasi oleh penuntut umum, dan sepakat untuk melaksanakan pelaksanaan perdamaian.
Perdamaian itu dilakukan pada Rabu, 7 Juni 2023, di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen.
Dikatakan, adapun hasil dari kesepakatan perdamaian yang telah disepakati oleh tersangka dan korban, yaitu tersangka sepakat untuk memberikan biaya pengobatan kepada korban sebesar Rp5 juta.
Dijelaskan, dalam hal tersangka tidak dapat melaksanakan kesepakatan perdamaian dalam jangka waktu 14 hari setelah pelimpahan tahap II, Penuntut Umum selaku Fasilitator menyatakan proses perdamaian tidak berhasil dilaksanakan dalam nota pendapat dan laporan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen untuk persiapan pelimpahan perkara ke pengadilan.
Penuntut Umum selaku Fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta Tahapan Pelaksanaan Proses Perdamaian (Sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021).
Selanjutnya kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dengan menandatangani kesepakatan perdamaian. (Herman Suesilo)