KABAR BIREUEN-Machfud Azhari, salah satu akademisi Bireuen menyebutkan, penyebab kemiskinan yang terjadi di Aceh secara umum adalah pola masyarakat yang konsumtif dan ketergantungan dengan Sumatera Utara.
Hal itu dikatakannya di hadapan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Bireuen dalam rapat koordinasi percepatan penanggulangan kemiskìnan Bireuen tahun 2023, Selasa (12/9/2023) di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat.
Dikatakan Machfud, ratusan milyar uang Aceh beredar di Sumatera Utara setiap bulannya.
“Hampir setiap bahan pokok kita dikirim dari Sumatera Utara. Bukankah kita punya lahan yang cukup untuk memproduksi bahan pokok sendiri,” sebutnya.
Dia mencontohkan di saat musim panen semua gabah yang ada di Aceh dikirim ke Sumatera Utara yang dikumpulkan oleh tengkulak dan toke-toke di desa.
Disaat musim tanam, padi yang sudah menjadi beras kembali dikirim ke Aceh dengan harga yang lebih mahal.
“Disinilah perlu hadir Pemerintah dalam menekan harga agar gabah dari petani bisa terjangkau dan petani kita sejahtera. Jangan sampai ada pihak ketiga yang bermain dalam penentuan harga beras di Aceh,” harapnya.
Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh (Ummah) Bireuen itu menyebutkan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian punya data yang konkrit dalam hal ini.
Bahkan hampir setiap triwulan Bank Indonesia melakukan Survei Konsumen dan Survei harga pasar yang berakibat kepada inflasi.
“Kita bisa melihat dari data tersebut sehingga bisa membuat program yang bersifat sustainable development dalam penanggulangan kemiskinan dan masih banyak hal yang bisa kita lakukan dalam penanggulan kemiskinan ini,” jelasnya.
Menurut Machfud, penanggulangan kemiskinan di Bireuen perlu melibatkan setiap stake holder dengan berbagai program dan kebijakan.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri, harus adanya sinergitas pemerintah dan swasta,” katanya.
Bireuen punya potensi yang besar dalam melakukan penanggulangan kemiskinan dengan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia.
Di Bireuen ada tiga universitas dan 6 perguruan tinggi. Jika ada 5000 mahasiswa dari luar daerah dalam mereka rata rata membelanjakan uangnya sebanyak Rp2 Juta perbulan.
“Maka setiap bulan uang beredar di Kabupaten Bireuen sebanyak Rp10 milyar perbulan dan Rp120 milyar setiap tahunnya,” ungkapnya.
Disebutkan Machfud, sejumlah program yang berdampak langsung ke masyarakat mampu dibawa dan berefek langsung terhadap penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bireuen. Seperti rumah rehap, sanitasi dan lainnya. Ini patut disyukuri dan dibanggakan.
“Pemkab Bireuen perlu membuat Road Map (Peta Rancangan) program berdampak langsung ke Masyarakat agar Kemiskinan bisa berkurang dan dapat ditanggulangi di Kabupaten Bireuen,” pungkasnya.
Kegiatan yang digelar Bappeda Bireuen itu dihadiri 26 SKPK dan 3 perguruan tinggi, membahas tentang evaluasi program dan mendengar sejumlah keterangan dinas terkait terhadap capaian penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bireuen. (Ihkwati)