Persidangan perkara pidana money politics (politik uang) Pilkada Bireuen, di Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Senin (30/12/2024). (Foto: Suryadi/Kabar Bireuen)

KABAR BIREUEN, Bireuen – Pengadilan Negeri (PN) Bireuen mulai menggelar sidang perkara pidana money politics (politik uang) pada Pilkada Bireuen, Senin (30/12/2024).

Dalam sidang perdana tersebut, hakim menyorot terkait dugaan tebang pilih dalam penanganan kasus yang telah mencederai demokrasi di Bireuen ini.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Raden Eka Pramanca Cahyo Nugroho, SH., MH bersama Hakim Anggota, Fuady Primaharsa, SH., MH dan M. Muchsin Alfahrasi Nur, SH, beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bireuen dan pemeriksaan saksi.

Hakim Fuady Primaharsa mempertanyakan kepada saksi Desi Safnita, anggota Panwaslih Bireuen, mengenai alasan hukum yang hanya menyasar pemberi uang, tanpa memproses penerimanya.

BACA JUGA: Perkara Politik Uang Pilkada Bireuen Dilimpahkan ke Kejaksaan: Terungkap, Tersangka Suruh Pilih Nomor Tiga

“Kenapa proses hukum hanya berlanjut kepada pemberi uang saja, sedangkan penerima tidak diproses hukum? Jangan sampai terkesan ada tebang pilih dalam perkara ini,” tegas Hakim Fuady.

Pernyataan itu muncul, setelah Desi Safnita menjelaskan, laporan yang diproses pihaknya berasal dari M. Yunus yang hanya menyebut satu terdakwa, Safriadi Bin Alm Sabi.

Dalam keterangannya, Desi Safnita menjelaskan mekanisme pelaporan Panwaslih mencakup laporan dari masyarakat maupun temuan di lapangan. Namun, ketika hakim bertanya mengapa kasus ini tidak dijadikan temuan oleh Panwaslih, saksi tampak sedikit tegang, sebelum dia memberikan argumennya lebih lanjut.

Selain Desi, lima saksi lainnya juga diperiksa, termasuk pelapor M. Yunus, serta saksi Siti Maryam, Iskandar, Muhammad Jafar, dan Fauzi.

Terdakwa Safriadi sedang mengikuti sidang perdana politik uang di Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Senin (30/12/2024). (Foto: Suryadi/Kabar Bireuen)

Masih ada lagi fakta menarik lain yang terungkap dalam sidang tersebut. Terdakwa Safriadi yang didampingi penasihat hukumnya dari Posbakum LBH Tanah Rencong, diduga ‘pasang badan’ dalam perkara ini.

Dia mengaku, uang Rp50.000 sebanyak enam lembar yang dibagikan pada Senin (25/11/2024) di Desa Alue Dua, Kecamatan Makmur, berasal dari dana pribadinya, bukan dari pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Bireuen nomor urut 3, Mukhlis-Razuardi.

Meski demikian, dalam dakwaannya, JPU yang terdiri dari Muhaimin Al Hafiz, SH, Leni Fuji Lestari, SH, dan Aditya Gunawan, SH, mendakwa Safriadi melanggar Pasal 187A ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam sidang juga terungkap, Sentra Gakkumdu Panwaslih Bireuen menertibkan daftar pencarian saksi terhadap Ti Amansyah. Sebab, yang bersangkutan saat didatangi dan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi, tidak pernah hadir.

BACA JUGA: Tersangka ‘Pasang Badan’, Upaya Memutus Mata Rantai Pengungkapan Dalang Politik Uang di Pilkada Bireuen?

Persidangan akan dilanjutkan pada Selasa (31/12/2024) besok, dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU, pledoi, dan tanggapan atas pledoi.

Persidangan tersebut ikut dihadiri puluhan aktivis Gerakan Aliansi Masyarakat Bireuen (GAMB) yang selama ini gencar menyuarakan anti-money politics pada Pilkada Bireuen. Koordinator GAMB, Tuih Alkhair, menyatakan, pihaknya akan terus mengawal proses hukum perkara tindak pidana politik uang ini hingga tuntas.

“Kami tidak akan tinggal diam dan terus mengawal. Kami harap hakim dapat memproses hukum perkara ini seadil-adilnya. Melalui proses hukum di pengadilan ini, harus terungkap hingga ke pelaku utamanya. Jangan sampai hukum ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tegas Tuih seusai persidangan yang didampingi sejumlah rekannya. (Suryadi)