Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, memberikan keterangan kepada wartawan peserta UKW Angkatan XIX yang dilaksanakan Dewan Pers bekerja sama dengan lembaga uji dari PWI dan Kompas di Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh, Jumat, 27 September 2024. (Foto: Abdul Hadi/PWI Aceh)

KABAR BIREUEN, Banda Aceh – Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Dr. H. Safrizal ZA, M.Si, menyampaikan, pentingnya kompetensi bagi seorang wartawan atau jurnalis. Sebab, begitu besar peran wartawan dan media dalam bidang penyelenggaraan negara serta pembinaan demokrasi.

“Media memiliki kekuasaan yang besar, tapi selalu saja kekuasaan yang besar itu ada risikonya. Power besar selalu ada risiko besar,” ungkap Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA saat menjadi narasumber pada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan Dewan Pers di Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh, Jumat, 27 September 2024.

Pada kesempatan tersebut, Safrizal ZA menyampaikan materi tentang “Peran Pers di Balik Sukses PON XXI Aceh-Sumut”.

Terkait pers, Pj Gubernur Aceh mengingatkan, karena besarnya kekuasaan atau power yang dimiliki pers, maka dibutuhkan upaya check and balance agar ia berjalan sesuai dengan kewenangannya dalam hal kontrol.

“Jika media tidak punya check and balance, maka dikhawatirkan media akan menjadi pisau dan diktator baru,” kata Safrizal.

Menurut Safrizal, semakin banyak pengetahuan dan pendidikan yang diikuti seorang wartawan, maka akan semakin mudah memilih dan memilah kata dalam pemberitaan. Mana yang boleh digunakan dan mana yang tidak.

Begitu juga jika semakin profesional seseorang, maka makin mudah pula membedakan mana media pers dan mana media sosial.

“Hari ini kita sedang mengalami yang namanya borderless (dunia yang tanpa batas). Antara media mainstream dan media sosial yang kita tidak bisa memilah, ini media atau entertain sebenarnya. Kalau begitu, tentu kita tidak berhasil memperoleh manfaat dari jurnalisme,” ujarnya.

Dia jua menjelaskan tujuan dari jurnalisme, sebenarnya untuk menjaga kekuasaan yang lain. Tapi, jika jurnalisme tidak bisa menjaga kekuasaan yang lain, artinya jurnalisme gagal memainkan peran dan akan timbul distrust (ketidakpercayaan) terhadap media. Bahkan, semua media dianggap sama.

Hal itulah, menurut Safrizal, menjadi tantangan berat media masa kini. Apalagi, media profesi ideal, profesi yang menggunakan idealisme. Bukan profesi untuk menjadi kaya dan mencari uang, tapi profesi penjaga moral dan idealisme.

Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin, disaksikan Wakil Ketua Dewan Penasihat PWI Aceh, Bustamam Ali, menyerahkan sertifikat penghargaan untuk Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA yang menjadi salah seorang narasumber Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan XIX yang dilaksanakan Dewan Pers bekerja sama dengan lembaga uji dari PWI dan Kompas di Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh, Jumat, 27 September 2024. (Foto: Abdul Hadi/PWI Aceh)

Menurutnya, sangat jarang wartawan yang mampu bertahan di dunia jurnalistik dalam waktu yang lama. Bahkan, ada yang sebentar saja, lapar, kemudian banting stir.

“Jadi, banyak sekali tantangan di dunia media. Kalau ada yang bertahan di media sudah umur 60 tahun sampai 70 tahun tetap di media, inilah jurnalis sejati,” tuturnya.

BACA JUGA: Ada Peserta dari Bireuen, 24 Wartawan Ikuti UKW Dewan Pers di Banda Aceh

Namun, di samping sebagai penjaga moral, Safrizal mengingatkan, media juga harus punya kapasitas, skill mencari berita, skill memberitakan, skill investigasi, dan skill atau teknik penyajiannya.

“Peran media tidak kecil, karena itu awak media harus terus meningkatkan kompetensinya. Sekarang banyak sekali komplain terhadap media. Ternyata, mereka tidak bisa membedakan antara media massa dengan media sosial dan entertainment news. Jadi, ini peran kita terus-menerus yang harus ditingkatkan kompetensinya,” ujar birokrat yang memulai karier PNS-nya sebagai lurah di Lhokseumawe ini.

Peran Media di PON Aceh-Sumut

Dalam kesempatan itu, Safrizal juga menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada awak media. Dia menegaskan, tanpa media, maka PON XXI Aceh-Sumut gagal.

Bagus tidaknya penyelenggaraan suatu event besar, sebutnya, sangat tergantung pada peran media massa. Persepsi yang diberitakan oleh media kepada publik akan sangat menentukan.

“Saya sama seperti atasan saya, Pak Tito Karnavian (Mendagri), sangat sadar tentang peran media. Hal itu pula yang pertama ditanyakan oleh Pak Tito, mengapa media di Aceh begitu sepi dalam pemberitaan berbagai kegiatan PON XXI,” ungkap Safrizal.

“Karena itu, saya dahului dengan coffee morning dengan awak media. Saya ceritakan situasinya butuh endorse, bukan hanya tentang jenis-jenis pertandingan, tapi juga yang lebih penting adalah mengubah persepsi publik terhadap Aceh, bahwa Aceh ini ramah dan terbuka untuk dikunjungi, dan ini hanya bisa diterobos oleh media,” lanjutnya.

Berkat pemberitaan yang masif dan signifikan dari media, akhirnya persepsi publik di Indonesia terhadap Aceh menjadi positif.

Buktinya, begitu banyak apresiasi yang disampaikan oleh para atlet dan kontingen PON XXI Aceh-Sumut pada saat mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing.

“Hari ini banyak sekali orang yang ingin membuat kegiatan di Aceh. Minggu ini, tadi pagi, kemarin, tadi malam, saya menerima banyak tamu untuk menunjukkan hospitality, keramahtamahan Aceh. Ini nilai yang diperoleh dari PON dan tidak dapat dihitung secara nominal,” demikian Safrizal ZA.

Selain Pj Gubernur Aceh, PWI Aceh juga menghadirkan seorang narasumber lainnya, yaitu Dirut PT Pembangunan Aceh (PEMA), Ir. Faisal Saifuddin. Dia memaparkan soal Blok Migas (PGE & South Blok A) serta berbagai isu terkini tentang pertambangan di Aceh. (Suryadi)