Kajari Bireuen, H. Munawal Hadi, SH., MH (tengah), bersama Rahmad dan Safrizal sedang memasak kari kambing kuah beulangong, dalam rangka halalbihalal di halaman belakang Kantor Kejari Bireuen, Jumat (19/4/2024) sore. (Foto: Ist)

KABAR BIREUEN, Bireuen – Diiringi rintik-rintik hujan, hari telah di ambang sore, Jumat, 19 April 2024. Di halaman belakang Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, persisnya di Waroeng Adhyaksa, kawasan Cot Gapu, tampak tiga pria berdiri dekat belanga besar berisi kuah beulangong yang sedang dimasak dengan kayu bakar.

Mata mereka tak lepas menekuri masakan khas Aceh Rayeuk itu yang sedang mendidih. Lalu, seorang di antara mereka, mengaduk-aduknya dengan aweuk (spatula kayu yang panjang) secara pela-pelan. Temannya, sesekali membetulkan kayu bakar agar menyala dengan stabil. Tidak terlalu besar dan tak begitu kecil, karena bisa berpengaruh pada rasanya.

Seorang lagi tak mau hanya jadi penonton. Dia ikut nimbrung juga, minta gantian mengaduk-aduk kuah beulangong yang hampir masak itu. Aromanya pun kian kentara menusuk hidung. Mengundang selera makan.

Yang pertama mengaduk-aduk kuah beulangong tadi adalah sang koki, Rahmad, S.Sos., M.A.P. Dia sebelumnya berprofesi sebagai Dekan FISIP Universitas Almuslim (Umuslim) Bireuen. Belakangan, bertugas sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Bireuen. Rahmad memang dikenal jago memasak kuah beulangong, karena dia juga berasal dari Aceh Besar.

Satu lagi kawannya, Safrizal, S.Pd namanya. Guru tersebut bertugas di SMAN 2 Bireuen. Pak Jal, demikian dia akrab dipanggil, sebenarnya orang asli Bireuen. Tapi, Pak Jal juga piawai memasak kuah beulangong.

Sementara seorang lagi yang tadi ikut kachuek-kachuek kuah beulangong, tak lain adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, H. Munawal Hadi, SH., MH. Kedua mereka sengaja diundangnya, untuk memasak gulai kambing tersebut, sebagai menu istimewa dan akan disuguhkan kepada para tamu yang menghadiri acara Halalbihalal Keluarga Besar Kejari Bireuen sore itu.

Kolaborasi kedua koki spesial tersebut, mampu meracik kuah beulangong dengan begitu sempurna. Enak. Sangat menggugah selera. Para tamu pun menikmatinya dengan lahap.

Selain kalangan internal para pejabat utama (PJU) bersama pegawai Kejari Bireuen, halalbihalal tersebut juga dihadiri para Ketua PPK dan Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Bireuen serta wartawan setempat. Jumlahnya mencapai 120 orang.

Melalui moment halalbihalal ini, Munawal Hadi mengucapkan Selamat Hari Raya Idulfitri 1445 H. Mohon maaf lahir dan batin. Baik itu secara pribadi maupun mewakili seluruh jajaran Kejari Bireuen.

“Sebagai manusia biasa, mungkin saja selama ini dalam kami bertugas, ada melakukan kekhilafan dan kesalahan. Mohon dimaafkan,” pinta Munawal.

Kajari Bireuen, H. Munawal Hadi, SH., MH, sedang menyampaikan sambutan pada acara halalbihalal di halaman belakang Kejari setempat (Waroeng Adhyaksa), Jumat (19/4/2024) sore. (Foto: Ist)

Pada kesempatan tersebut, Munawal juga mengajak semua masyarakat agar sama-sama menjaga Bireuen dalam kondisi kondusif. Disebutkannya, kita harus bisa membuktikan bahwa Bireuen ini lebih baik daripada kabupaten lain.

“Apalagi ini menjelang Pilkada, kita harus sepakat menjaga kondisi Aceh dan khususnya Bireuen dalam keadaan aman dan tenteram,” harap Munawal.

Sebelumnya di sejumlah kesempatan, Munawal memang selalu menyuarakan ke semua elemen masyarakat agar tetap menjaga kondisi Bireuen dalam suasana aman dan damai. Ini demi kepentingan bersama seluruh masyarakat Kabupaten Bireuen.

Kehadiran Munawal di sini, sejak dilantik sebagai Kajari Bireuen pada 11 Februari 2023, memang ada nuansa berbeda. Itu bila dibandingkan dengan pimpinan-pimpinan sebelumnya di instansi penegak hukum tersebut.

Munawal begitu menaruh perhatian besar pada Bireuen. Seperti ada keterikatan emosional dengan kabupaten berjuluk Kota Juang ini. Mungkin saja, karena dia pernah bertugas sebagai Kasi Intelijen Kejari Bireuen pada 2013 silam.

Kecintaan Munawal pada Bireuen, telah melebihi orang Bireuen sendiri. Tak salah bila ada yang mengatakan, leubeeh meu-Bireuen Munawal ngon ureung droe teuh Bireuen. Padahal, dia berasal dari Kota Bakti, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie.

Yang juga membedakan dengan yang lain, Munawal sosok pejabat publik low profile. Tidak pilih-pilih teman. Suami dari Asrina, ST itu, mau bergaul dengan siapa saja. Bukan hanya sesama pejabat, dengan semua lapisan masyarakat pun dia akrab.

Khusus dengan wartawan, Munawal juga sangat terbuka. Mantan Kasi Pidsus Kejari Nagan Raya itu, benar-benar menempatkan wartawan sebagai mitra dalam bekerja. Saling membutuhkan satu sama lain.

Makanya, keberadaan Munawal sebagai pucuk pimpinan di Kejari Bireuen, langsung disambut dengan sukacita oleh wartawan setempat. Sebab, semua informasi untuk kepentingan pemberitaan, sangat mudah didapatkan.

Sekarang dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik, wartawan tidak perlu lagi melewati birokrasi yang berbelit di Kejari Bireuen. Siapa pun dan kapan saja bisa menemui Kajari Bireuen. Semua dilayaninya dengan baik, tanpa pandang bulu.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, H. Munawal Hadi, SH., MH. (Foto: Ist)

Sebelumnya, wartawan susah mengakses informasi untuk kepentingan publik di Kejari Bireuen. Keran informasinya tersumbat. Kecuali, ada kepentingan mereka sendiri untuk pencitraan, baru disampaikan ke wartawan.

Kala itu, Kejari Bireuen sangat eksklusif dan tertutup. Meski telah beberapa kali berganti pimpinan, kondisi demikian tidak juga berubah dan tetap dipertahankan. Tampaknya, ketertutupan telah dijadikan budaya untuk diteruskan setiap pergantian pimpinan.

Bayangkan, untuk bertemu Kajari saja di kantor, susahnya bukan main. Petugas di sana menanyakan macam-macam. Misalnya, ada keperluan apa menemui Kajari dan tetek-bengek lainnya. Difoto lagi. Bagai penyidik saja.

Hal tersebut berlaku bagi siapa saja, tak terkecuali wartawan. Walau petugas itu mengenalnya dan telah diserahkan kartu pers. Padahal, telah dijelaskan keperluannya menemui Kajari, untuk wawancara atau konfirmasi berita. Tapi, perlakuannya tetap saja sama dengan yang lain.

Setelah itu, tidak diperbolehkan membawa serta kamera dan juga HP ke ruang Kajari. Kamera, HP dan barang lainnya disuruh simpan di locker. Kuncinya memang dikasih dan disuruh bawa serta. Nanti barangnya diambil sendiri, setelah selesai menemui Kajari.

Bagi orang lain, selain wartawan, mungkin itu tidak masalah. Sebab, barang-barang tersebut tidak begitu diperlukan saat bertemu Kajari. Barangkali juga, itu untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Namun, tidak demikian bagi wartawan dalam kapasitasnya sedang melaksanakan tugas-tugas jurnalistik.

Biar dimengerti, bagi wartawan barang-barang seperti kamera dan HP, itu merupakan peralatan kerja yang melekat pada pekerja pers. Tidak boleh ditinggalkan. Sebab, peralatan tersebut sangat dibutuhkan wartawan dalam bekerja.

Bagi wartawan sekarang di era digital ini, kalau tak ada kamera atau HP, berarti tidak bisa bekerja. Percuma saja menemui Kajari. Tanpa alat kerja itu, dengan apa merekam wawancara dan mengambil gambarnya? Coba, bagaimana logikanya menerapkan aturan tersebut pada wartawan? Sungguh di luar nalar!

Ketika hal tersebut disampaikan pada petugas di situ, mereka beralasan, SOP-nya memang begitu. Mereka hanya menjalankan tugas. Katanya, itu berlaku bagi siapa saja, termasuk wartawan. Begitulah aturan itu sangat kaku diterapkan di sana.

Padahal, perlakuan demikian sudah dapat dikategorikan ke dalam perbuatan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) Pasal 18 Ayat (1), disebutkan, menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta. Masa sih aparatur penegak hukum tidak paham itu?

Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen. (Foto: Ist)

Sepertinya, suasana demikian sengaja dipelihara, demi menjaga ‘kebusukan’ agar tidak tercium ke luar. Akibatnya, wartawan malas berhubungan dengan Kejari Bireuen. Dengan begitu, fungsi kontrol di lingkungan Kejari Bireuen tidak berjalan dengan baik.

Hal tersebut menyebabkan, oknum-oknum di situ dengan mudahnya diduga menyalahgunakan jabatan dan kewenangan sebagai aparat penegak hukum. Misalnya, diduga memeras orang yang sedang berperkara.

Bukti untuk itu ada. Buka saja lembaran lama yang terjadi pada 10 Februari 2021 lalu. Saat itu, Tim Satgas 53 Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengamankan Kajari Bireuen berinisial MJ, karena diduga terlibat kasus pemerasan dalam jabatan. Selain MJ, tim tersebut juga mengamankan Kasi Pidum dan dua staf Kejari setempat.

Tidak tertutup kemungkinan, kasus serupa disinyalir juga pernah terjadi lagi. Desas-desusnya sempat berkembang di kalangan masyarakat sekira setahun lalu. Hanya saja tidak bernasib seperti MJ Cs, karena tak ada yang berani melapor. Sehingga, aman-aman saja dan tidak terungkap secara terbuka ke publik.

Nah, sekarang dengan kehadiran Munawal sebagai top leader di situ, seakan ‘kotak Pandora’ Kejari Bireuen terkuak. Tidak ada lagi yang ditutup-tutupi. Jebolan Magister Hukum Universitas Syiah Kuala itu, telah membuka keran informasi untuk kepentingan publik selebar-lebarnya.

Untuk kebutuhan konfirmasi berita, misalnya, Munawal yang sebelumnya bertugas sebagai Kepala Bagian Tata Usaha Kejati Jambi, melayaninya dengan senang hati. Tidak hanya di kantor, di warung kopi pun bisa. Begitu juga melalui telpon atau pesan WhatsApp (WA), mantan Kasi Penkum Kejati Aceh tersebut, tidak keberatan.

Bahkan, melalui Facebook atau media sosial lainnya, Munawal kerap bersosialisasi dengan siapa saja secara terbuka. Tak jarang, dia yang dulu juga pernah menjabat Kasi Intelijen Kejari Lhokseumawe, mau berdiskusi dan bertukar pikiran di grup WA “Forum Wartawan Kejari Bireuen”. Demikian juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan wartawan di grup WA tersebut, dia bersedia menjawabnya.

“Saya senang berdiskusi secara terbuka, karena tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Saya lebih senang menerima masukan maupun kritikan konstruktif dari rekan-rekan wartawan. Puja puji saya tidak suka,” ungkap pria yang akrab disapa Bang Haji ini, saat acara buka puasa bersama beberapa waktu lalu.

Ya, Munawal Hadi telah datang mendobrak benteng keeksklusifan yang selama ini telah menjadi tradisi di Kejari Bireuen secara turun-temurun. Dan, kini ‘kotak Pandora’ itu pun telah terbuka lebar. Entahlah nanti, kalau Bang Haji telah pergi. (Suryadi)