SAYA mengenal Abdul Mukthi Hasan pada akhir 2003. Saat itu, kami baru terjun sebagai wartawan dengan semangat yang tak pernah surut.
Saya bekerja di Tabloid Modus Aceh, sedangkan Mukthi bertugas di Harian Serambi Indonesia untuk wilayah liputan Kabupaten Bireuen. Meski bekerja di media berbeda, tetapi rasa persaudaraan dan semangat kami sama. Kami bersama meniti jalan sebagai jurnalis yang penuh tantangan di Aceh yang ketika itu masih bergejolak.
Menghabiskan waktu di warung internet (warnet), menggarap berita hingga larut malam, menjadi rutinitas kami saat itu. Terkadang, kami tertawa bersama di tengah keletihan, bercanda sambil mengejar deadline, atau bertukar pandangan mengenai isu-isu hangat yang kami liput.
Di balik sosoknya yang cerdas dalam menulis, Mukthi adalah pribadi yang humoris dan rendah hati. Pembawaannya selalu menyenangkan dalam setiap berinteraksi, baik dengan rekan-rekan wartawan maupun narasumber.
Pada tahun 2007, kami bersama-sama memperdalam ilmu jurnalistik di Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) Jakarta. Setelah mengikuti pendidikan di lembaga pers bergengsi di Indonesia itu, tulisan-tulisan Mukthi makin berkualitas dan tajam.
Mukthi kian bersemangat dan menunjukkan kualitasnya sebagai jurnalis yang sangat produktif. Dia mampu menulis hingga tujuh berita dalam sehari. Sesuatu yang luar biasa dan tidak sembarang wartawan sanggup melakukannya.
Dedikasinya dalam menulis berita tak pernah luntur, meski kemudian setelah menjadi ASN, Mukthi harus membagi waktu dengan pekerjaannya sebagai guru SMK di Aceh Utara. Sepulang mengajar, dia tetap meluangkan waktu menulis berita untuk media barunya, Harian Waspada. Jurnalisme telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari jiwanya.
Namun, di tengah semangat dan kegigihannya, pada tahun 2018 Mukthi mulai diuji dengan kondisi kesehatan yang menurun akibat terserang stroke. Setelah menjalani pengobatan, kondisi Mukthi sempat membaik dan bisa beraktifitas kembali. Namun, belakangan kambuh lagi dan lama-kelamaan Mukthi tidak berdaya lagi
Kami teman-temannya, kerap menjenguk Mukthi, baik saat di rumah sakit maupun rumahnya. Kami melihat, meski tubuh Mukthi makin lemah, semangat dan pancaran matanya tetap sama seperti saat dia masih aktif menulis. Alumnus Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry itu, masih segar ingatannya ketika kami membahas tentang romantika masa lalu, saat dulu dia masih sehat dan sama-sama bergelut sebagai wartawan.
Dengan tabah, Mukthi harus menjalani hari-harinya di pembaringan. Istri dan ibunya juga dengan sabar menjaga dan merawat Mukhthi bertahun-tahun yang tidak kunjung membaik kondisinya.
Hingga pada Kamis pagi, 7 November 2024, Allah SWT memanggil Mukthi pulang ke haribaan-Nya. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kami sejumlah wartawan sangat beruntung dan bahagia, saat melayat ke rumah duka di Gampong Blang Guron, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, masih sempat melaksanakan fardhu kifayah.
Kepergiannya, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan semua rekan jurnalis yang mengenalnya. Mukthi adalah sosok jurnalis sejati, seorang yang tanpa kenal lelah memperjuangkan kebenaran dan menyampaikan suara masyarakat melalui berita-beritanya.
Selama berkarier sebagai wartawan, Mukthi telah berkontribusi besar melalui tulisannya yang bernas, jujur dan berani. Karya-karyanya selalu mampu menyentuh hati pembaca dan membawa mereka lebih dekat dengan realitas sosial di Aceh.
Semangatnya dalam bekerja dan keuletannya dalam menuntut ilmu, telah menjadi inspirasi bagi para jurnalis muda di Kabupaten Bireuen. Mukthi adalah seorang guru, baik dalam pendidikan formal maupun dunia jurnalistik. Selama ini, dia kerap membagi ilmu dan pengalamannya dengan tulus kepada siapa saja yang membutuhkan.
Kini, Mukthi telah berpulang dan beristirahat dengan tenang di tanah kelahirannya, Gampong Blang Guron. Kenangan tentangnya akan terus hidup di hati kami yang pernah bersamanya dalam suka maupun duka.
Kepergian Mukthi, menyisakan kekosongan yang tak tergantikan. Namun, semangat dan dedikasinya dalam memperjuangkan kebenaran, akan selalu menjadi teladan yang menginspirasi kami untuk melanjutkan perjuangan ini.
Selamat jalan, Abdul Mukthi Hasan. Semoga segala dedikasi dan kebaikanmu menjadi cahaya di alam sana. Terima kasih atas persahabatan dan keteladanan yang kamu tinggalkan. Engkau akan selalu kami kenang sebagai seorang jurnalis sejati dan sahabat setia. (Suryadi)