KABAR BIREUEN, Jakarta – Forum Komunikasi Pemuda Mahasiswa Bireuen (Forkopmabir) DKI Jakarta menilai usulan penambahan tunjangan transportasi atau uang sewa mobil anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen dari 11 juta menjadi 21 juta rupiah, tidak wajar karena bukan suatu hal yang urgen.
Demikian ditegaskan Ketua Presidium Forkopmabir DKI Jakarta, Agussalim, kepada Kabar Bireuen yang dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (28/12/2024).
“Jika (penambahan) terjadi, akan membengkak beban daerah Rp4,8 miliar lagi. Apakah ini seimbang antara beban daerah dengan beban kerja dewan?” gugat aktivis asal Bireuen yang juga Pengurus HMI Pusat.
Agussalim yang akrab disapa Aqsal, menyebutkan, usulan penambahan tunjangan transportasi atau uang sewa mobil anggota Dewan Bireuen tidak urgen, mengingat kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bireuen selama ini masih sangat rendah dan belum mampu menyelesaikan persoalan penting lainnya, terutama hal peningkatan taraf hidup kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah.
“Hal ini (usulan menaikkan tunjangan transportasi anggota DPRK Bireuen) patut kita pertanyakan, apa alasan utama dan menjadi sangat urgen kalau tunjangan transportasi para anggota DPRK harus ditambah,” sebutnya.
BACA JUGA: DPRK Bireuen Usulkan Tunjangan Transportasi Mulai Tahun 2025 Rp21 Juta Perbulan
Seterusnya, Forkopmabir Jakarta juga mempertanyakan, letak esensi nilai pengabdian seorang anggota DPRK Bireuen selaku bagian dari wakil rakyat yang seharusnya merakyat.
Dalam pandangan Forkopmabir, usulan kenaikan tunjangan transportasi atau uang sewa mobil anggota DPRK Bireuen dengan angka mendekati dua kali lipat dari sebelumnya, tidak dapat diterima akal sehat. Mengingat, kondisi pembangunan daerah pada subsektor wajib lainnya masih belum terpenuhi dengan baik.
“Katakanlah pada persoalan penuntasan kemiskinan, peningkatan UMKM, pelayanan Jamkesmas, dan perihal peluang jaminan lapangan kerja bagi usia muda produktif yang lebih substantif dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Tentunya, hal ini perlu untuk diseriusi, ketimbang anggaran belanja daerah menjadi terkuras karena kenaikan insentif anggota DPRK,” tulis Forkopmabir.
Seterusnya, Forkopmabir Jakarta menyebutkan, Kabupaten Bireuen masih memiliki beban wajib lainnya, seperti pengendalian stunting dan tingkat kemiskinan yang tergolong tinggi dibanding kabupaten/kota lain di Provinsi Aceh.
“Kami ingatkan DPRK Bireuen jangan terlalu cengeng,” pungkas Agsal. (Rizanur)