KABAR BIREUEN – Pemungutan Retribusi Parkir di Kota Bireuen dan sejumlah tempat lainnya di Kabupaten Bireuen menyalahi aturan, sehingga berpeluang merugikan daerah.

Sebuah sumber yang layak dipercaya mengungkapkan, pemungutan Retribusi Parkir di Kabupaten Bireuen menyalahi aturan. Hal ini telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK – RI) Perwakilan Aceh.

Sumber itu melalui pesan WhatsApp kepada media ini, Jumat (5/8/2022), menyampaikan, BPK – RI Perwakilan Aceh melaporkan, adanya sejumlah temuan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bireuen Tahun Anggaran 2021.

Dalam laporan Tim Audit tersebut mengungkap permasalahan terkait Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan sebanyak 15 temuan pemeriksaan. Di antaranya, pengelolaan pendapatan Retribusi Daerah tidak sesuai ketentuan.

Tahun Anggaran 2021 Pemkab Bireuen menganggarkan Pendapatan Retribusi Daerah sebesar Rp13.297.335.576 dengan realisasi sebesar Rp10.356.577.765 atau 77,88 persen.

Catatan disajikan dalam LHP BPK – RI Perwakilan Aceh, terungkap pada Dinas Perhubungan Kabupaten Bireuen, Pemungutan Retribusi Pelayanan Parkir tidak sesuai ketentuan.

Dinas Perhubungan, tulis BPK, mengadakan kerjasama pemungutan Retribusi Pelayanan Parkir dengan pihak ketiga, yaitu masyarakat perorangan untuk Pengutipan Retribusi yang dimuat dalam Nota Kesepakatan (NK).

Menurut BPK, berdasarkan Perbup Nomor 29 Tahun 2015, diketahui bahwa penyelenggaraan perparkiran dapat bekerja sama dengan badan usaha dan/atau pemerintah kecamatan serta perorangan. Namun, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Qanun Kabupaten Nomor 10 Tahun 2011 pada Pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa pemungutan Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum tidak dapat diborongkan (dikontrak).

Selain itu, besaran nilai pungutan yang tertuang dalam kontrak tidak didasarkan data penggunaan jasa yang dihitung berdasarkan frekuensi penggunaan tempat parkir dan jenis kendaraan.

Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 10 Tahun 2011 mengamanatkan adanya perhitungan penggunaan tempat parkir dan jenis kendaraan untuk menentukan tingkat penggunaan jasa.

Sementara hasil permintaan keterangan yang dilakukan BPK dengan Kabid Lalu Lintas Dishub dinyatakan, tidak pernah melakukan survei lapangan untuk mengukur penggunaan tempat parkir dan jenis kendaraan karena keterbatasan anggaran melakukan survei.

Nilai dalam kontrak tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua pihak tanpa pertimbangan data penggunaan jasa, antara lain jumlah dan jenis kendaraan parkir yang akurat.

“Pemungutan (Retribusi Pelayanan Parkir) tidak menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen yang dipersamakan,” urai BPK dalam LHP.

Berikut daftar titik parkir dan Kontrak Pemungutan Retribusi dengan pihak ketiga:

1. Keude Matangglumpangdua Peusangan, kontrak dengan EY, nilai pungutan per bulan Rp10.000.000.

2. Jalan Andalas – Jalan Mawar – Depan Terminal, kontrak dengan MA, nilai pungutan per bulan Rp6.000.000.

3. Jalan Cut Nyak Dhien -Jalan Cut Mutia – Jalan VOA dan Jalan Teungku Raja Jeumpa Kota Juang, kontrak dengan YR, nilai pungutan per bulan Rp4.000.000.

4. Jalan T Hamzah Bendahara Kota Juang, Kontrak dengan AD, nilai pungutan per bulan Rp2.700.000.

5. Pasar Induk Cureh Kota Juang, Kontrak dengan AK, nilai pungutan per bulan Rp6.400.000.

6. Jalan T Hamzah Bendahara Kota Juang, Kontrak dengan AY, nilai pungutan per bulan Rp4.000.000.

7. Perbankan Kabupaten Bireuen, Kontrak dengan SY, nilai pungutan per bulan Rp5.500.000.

8. Pasar Ikan Geurugok, Kontrak dengan NI, nilai pungutan per bulan Rp800.000. (Rizanur)