Kadis Infokom Bener Meriah Irmansyah SSTP, Ketua DPC LVRI Bireuen AR Djoeli, Kabag Pemerintahan Umum Mawardi SSTP,dan Kabag Humas Setdakab Bireuen Farid Maulana foto bersama di depan Monumen Radio Rimba Raya Bener Mariah, Rabu (4/7/2018).

KABAR BIREUEN Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu gagal menghadiri acara mengenang peran dan fungsi Radio Perjuangan Rimba Raya yang digelar Dinas Infokom di Menomen Radio Rimba Raya Kabupaten Bener Meriah Rabu (4/7/2018).

“Wagub Aceh Nova Iriansyah juga berhalangan hadir,” ujar Panitia pelaksana Irmansyah SSTP yang juga Kadis Infokom Bener Meriah kepada Kabar Bireuen.

Ketidak hadiran Menteri Pertahanan RI dan Wagub Aceh apakah lantaran Bupati Bener Meriah Ahmadi,SE tertangkap OTT KPK belum jelas diketahui.

Irmansyah SSTP hanya mengatakan, kapal Bener Meriah sedikit oleng karena nakhodanya tertangkap. Acara mengenang peran dan fungsi Radio Rimba Raya dibuka Wakil Bupati Bener Meriah Tgk H Abuya Syarkawi.

Liputan wartawan Kabar Bireuen, terlihat yang hadir antara lain, Dirut RRI M Rohanudddin Perwakilan Menhan Aceh Kolonel Joni Agusta, Ketua DPD LVRI Aceh Kolonel (Pur) HM Jafar Karim diwakili ketua DPC LVRI Bireuen AR Djoeli.

Ketua LVRI Aceh Tengah, Bener Meriah, bersama Pemuda Panca Marga, Wakil Rektor Unsyiah bidang Akademik Prof Dr Marwan, Bupati Aceh Tengah bersama unsur Forkopimda, Wakil Bupati Bener Meriah bersama unsur Fiorkopimda, Alim Ulama dan tokoh masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Wakil Bupati Bener Meriah Tgk H Abuya Syarkawi dan Dirut RRI dalam menyampaikan sejarah peranan Radio Rimba Raya dalam mempertahankan kemerdekaan RI dimasa agresi kedua Belanda 1948 sudah bagus namun masih perlu disempurnakan.

Dalam penyampaikan sejarah kehadiran Radio Rimba Raya di dataran tinggi Gayo (Bener Meriah) sekarang tidak disebut milik siapa, siaran berapa bahasa dan siapa-siapa penyiarnya keenam bahasa.

Kehadiran Radio Rimba Raya di Bener Meriah sekarang bukan jatuh dari langit tapi dibeli TNI Divisi X Komendemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo bermarkas di Kota Juang Bireuen sangat mahal dari Singapura tahun 1947 dengan barter hasil bumi Aceh dan 12 nyawa prajurit pengawal gugur tenggelam ke dasar laut Selat Malaka dibom bardir pesawat tentara sekutu Belanda.

Sumber Ketua DPC LVRI Bireuen pelaku sejarah ingin menyempurnakan sejarah Radio Rimba Raya agar diketahui secara benar oleh generasi penerus bangsa.

Peranan Radio Rimba Raya milik Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo satu-satu Radio Republik Indonesia yang mengudara ke seluruh dunia 22 Desember 1948. Berjasa sangat besar dalam mempertahankan kemerkedekaan RI setelah RRI Jogyakarta tidak mengudara lagi karena ibu kota RI kedua sudah dikuasai Belanda.

Siaran Radio Rimba Raya mulai mengudara dari dataran tinggi Gayo 22 Desember 1948, dengan enam bahasa, Indonesia, Inggeris, Belanda, Arab, Urdu dan bahasa Cina, berhasil memblokade siaran bohong Radio Hervenzen Belnda di Batavia yang mengatakan Indoneaia idak ada lagi sudah dikuasai Belanda. Padahl Aceh masih utuh belum tersentuh agresi Belanda.

Melalui siaran Radio Perjuangan Rimba Raya yang pancarkan di dataran tinggi Gayo ditangkap jelas telah meyakinkan PBB, Radio Semenanjung Melayu, Singapura, Saigon, Manila, Australia dan Eropa. bahwa Indonesia sudah merdeka diproklamirkan Soekarno Hatta 17 Agustus 1945 dan tidak mempercayai lagi siaran Radio Hervenzent Belanda.

“Inilah cuplikan siaran Radio Rimba Raya yang disiarkan langsung Gubernur Militer Aceh Mayjen Tituler Daud Beureueh, “Republik Indonesia masih ada, Tentara Republik masih ada, Wilayah Republik masih ada dan disini “ Atjeh”.

Radio Rimba Raya dimasa Agresi pertama Belanda 1947, semula diberi nama PD X ( Perhubungan Divisi X Bireuen),mengudara pada frekwensi 39.00 dengan format telegrafis (tulisan) dan telefonis (suara).

Kemudian berubah menjadi Suara Merdeka Koetaradja, antene pamancarnya pertama kali dipasang di Krueng Simpo Kecamatan Juli dengan studia siaran di rumah dinas Panglima Kolonel Hoessein Joeosoef (Pendopo Bupati BIreuen) sekarang.

Terakhir Radio Rimba Raya namanya dan pemindahan beberapa kali antene peancar Radio akibat terus mendapat serangan pesawat sekutu Belanda. Siarannya baru aman mengudara keseluruh dunia setelah antene pemancarnya dipasang di cabang pohon besar dan sangat terlindung di Desa Rimba Raya (Bener Meriah) sekarang. (H.AR Djuli).