
SEBAGAI ulama panutan, Tgk. H. Muhammad Amin bin Mahmudsyah atau Abu Tumin Blang Bladeh, sering dimintai nasihat dan pendapatnya oleh kalangan masyarakat tentang berbagai hal. Baik itu menyangkut ilmu agama maupun pengetahuan umum.
Bagi sejumlah pejabat dan juga politisi di Aceh yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota dewan atau kepala daerah, merasa tidak sempurna kalau belum bersilaturahmi dengan Abu Tumin. Biasanya, mereka meminta pendapat dan masukan dari beliau terkait rencana masing-masing.
Sebagai wartawan, saya beberapa kali sempat meliput acara silaturahmi tersebut di kediaman Abu Tumin di Gampong Kuala Jeumpa, Kemukiman Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen.
Saya lihat, dengan senang hati Abu Tumin menerima siapa saja tamu yang datang menemuinya. Tanpa melihat latar belakang politik yang bersangkutan. Semuanya diperlakukan sama. Tanpa membeda-bedakan atau mengistimewakan kalangan tertentu.
Dulu saat masih bekerja di Tabloid MODUS ACEH, saya juga kerap ditugaskan untuk mewawancarai Abu Tumin secara khusus. Alhamdulillah, tidak ada kendala. Beliau sangat terbuka dengan wartawan. Selalu melayaninya dengan baik dan tidak pernah menolak untuk wawancara atau konfirmasi.
BACA JUGA: Innalillahi, Ulama Karismatik Aceh Abu Tumin Meninggal Dunia
Salah satu yang masih segar dalam ingatan, saat saya menemui Abu Tumin untuk mewawancarainya terkait insiden berdarah yang memakan korban tiga orang meninggal dan empat luka-luka di Dayah Sa’adatuddaraini, Gampong Arongan, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, pada 12 September 2008. Pelaku penikaman dan para korban, sama-sama sedang melaksanakan ibadah suluk di dayah tersebut.
Yang ingin saya dapat penjelasan dari Abu Tumin, apakah tragedi tersebut ada korelasinya dengan ritual pelaksanaan ibadah suluk? Atau kemungkinan, kalau melaksanakan suluk bisa mengganggu jiwa seseorang dan berakibat saling membunuh?
Abu Tumin menjawabnya dengan lugas. Beliau memastikan, tidak ada kaitannya sama sekali antara ibadah suluk dengan tindakan kejahatan apa pun. Abu beralasan, pada hakikatnya pelaksanaan ibadah suluk itu untuk menyucikan hati dan menenangkan jiwa.
Karena itu, menurut ulama ahli fiqh tersebut, sangatlah keliru kalau ada anggapan bahwa pelaku pembunuhan di Dayah Arongan terganggu jiwanya gara-gara melaksanakan ibadah suluk. Justru orang yang melaksanakan suluk akan memperoleh ketenteraman jiwa. Bukan sebaliknya, menyebabkan rusaknya jiwa seseorang.
Kemudian saya kejar lagi dengan pertanyaan berikutnya. Kenapa juga pelaku sampai membunuh ketika sedang melaksanakan ibadah suluk?
Terkait hal tersebut, Abu Tumin mengaku, tidak tahu penyebabnya. Mungkin saja, katanya, selama ini yang bersangkutan memang sudah terganggu jiwanya. Begitu dia melaksanakan suluk, kondisi pelaku bertambah parah dan sampai menikam rekan-rekannya. “Saya kira, kejadian tersebut secara kebetulan saja ketika dia mengikuti ibadah suluk,” jelas Abu Tumin.
BACA JUGA: Abu Tumin Meninggal Dunia, Pemerintah Aceh Sampaikan Dukacita Mendalam
Jadi pada intinya, menurut beliau, ritual suluk tidak akan mempengaruhi jiwa pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang buruk dan membahayakan orang lain. Sebaliknya, bisa membuat seseorang menuju ke arah kebaikan.
Sementara di kesempatan terpisah dan waktu berbeda, saya menemuinya lagi untuk wawancara terkait persoalan lain. Sialnya hari itu, saya harus menunggu giliran dalam waktu yang lumayan lama. Sebab, Abu sedang melayani sejumlah tamu lain. Kebanyakan kaum Hawa. Mereka menyampaikan beragam persoalan yang sedang dihadapi masing-masing.
Tiba giliran seorang perempuan setengah baya, dia menyampaikan masalah yang agak pribadi. Urusan keluarga. “Begini Abu, suami saya sudah sebulan lebih pergi begitu saja dari rumah. Kemana suami saya pergi, Abu?” tanya perempuan itu dengan penuh harap.
Sontak saja Abu terkejut dengan pertanyaan tersebut. Raut wajahnya menyiratkan kurang senang. “Tidak tahu saya. Sedangkan Anda sendiri yang istrinya, tidak tahu kemana suami pergi. Apalagi saya yang tak tahu apa-apa dan tidak mengenalnya. Sudah, ya,” ujar Pimpinan Dayah Al-Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh ini, sambil mempersilakan yang lain.
Perempuan tersebut pun beringsut dan tersipu malu. Dia lekas minta permisi. Saya hanya bisa tersenyum terkulum, menahan tawa.
Barangkali, perempuan tadi tidak tahu dan salah alamat. Sehingga, hal semacam itu dia tanyakan pada Abu Tumin. Bisa jadi, dia salah menduga dan mengira semua persoalan yang sedang dihadapi masyarakat diketahui Abu Tumin. Padahal, meski Abu Tumin seorang ulama, beliau juga manusia biasa yang punya keterbatasan.
BACA JUGA: Lantunan Selawat Iringi Pemakaman Abu Tumin
Kini, Abu Tumin telah berpulang ke Rahmatullah. Ulama karismatik itu menghembuskan napasnya yang terakhir di RSUD dr. Fauziah Bireuen, Selasa (27/9/2022) sore, dalam suasana rintik-rintik hujan. Langit pun ‘menangis’ membasahi bumi, mengiringi kepergiannya.
Begitu juga kita, sangat kehilangan sosok ulama inspiratif sebagai suluh dan penerang bagi masyarakat. Tempat kita selama ini meminta petuah dan bertanya tentang banyak hal.
Selamat jalan Abu, doa kami menyertai kepergianmu. Semoga husnul khatimah. Aamiin. (Suryadi)