KABAR BIREUEN – Sebagai daerah yang pernah dilanda konflik selama puluhan tahun dan berakhir dengan perjanjian damai di Finlandia 2005 lalu, Aceh saat ini dijadikan contoh dalam penyelesaian konflik bersenjata oleh sebagian besar negara di Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Hal tersebut disampaikan Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haytar saat menghadiri acara temu ramah dengan Panglima Royal Thailand Army (RTA) atau Angkatan Darat Kerajaan Thailand General Apirat Kongsompong, beserta Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa yang didampingi Pangdam IM Mayjen TNI Teguh Arief Indratmoko, di Balai Teuku Umar Kodam Iskandar Muda, Selasa 14 Januari 2020.

Berdasarkan keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Penerangan Kodam IM, disebutkan, kedatangan Panglima RTA selama satu hari ke Aceh dalam rangka membahas sukses perdamaian yang dicapai Aceh dan penandatanganan 4th Implementing Arrangement.

Hal tersebut merupakan kelanjutan kerja sama antara TNI AD dengan Angkatan Darat Kerajaan Thailand, periode 2020-2023 oleh Kasad bersama Panglima RTA.

Pada kesempatan tersebut, Wali Nanggroe menjelaskan, bagaimana Aceh dengan Indonesia mengadakan perundingan dan memecahkan persoalan.

“Bagaimana konflik Aceh bisa diselesaikan dengan adanya tawar-menawar antara GAM dengan RI. Apa yang bisa kita terima dari RI dan apa yang bisa kita berikan sebaliknya kepada RI, serta apa yang tidak bisa kita berikan,” kata Wali Nanggroe.

Kepada Panglima RTA, Wali Nanggroe menyatakan, perundingan GAM dengan RI sudah tercantum dalam MoU Helsinki, dan diturunkan ke dalam UUPA.

“Ini sebenarnya suatu proses bagus dipelajari oleh negara seperti Thailand, karena mereka juga mempunyai masalah independent movement di Thailand Selatan yang belum selesai-selesai hingga sekarang,” ungkap Wali Nanggroe.

Pemerintah, kata Wali Nanggroe, tentu saja harus bertindak sebagai regulator sekaligus menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, perdamaian dapat senantiasa terpelihara. Sebab, tidak ada alasan rakyat untuk bertikai apabila tatanan kehidupan yang adil terjaga.

“Ada masukan-masukan lain yang bisa kita berikan dalam pertemuan khusus ke depannya mungkin. Karena masalah mereka (konflik di Thailand Selatan) memang kompleks sekali,” jelasnya.

Menurut Wali Nanggroe, sampai saat ini dirinya masih terus didatangi oleh delegasi negara-negara yang memiliki masalah konflik bersenjata. Misalnya, negara Columbia, Afganistan, Myanmar, Philipina dan banyak negara lainnya.

Turut hadir pada pertemuan tersebut, mantan Panglima GAM H. Muzakir Manaf, Ketua DPRA H. Dahlan Jamaluddin, Sekda Aceh Taqwallah, serta sejumlah bupati dan wali kota di Aceh. Seperti Roni Ahmad atau Abu Syiek (Bupati Pidie), Aiyub Abbas (Bupati Pidie Jaya) dan Suaidi Yahya (Wali Kota Lhokseumawe). (REL)