KABAR BIREUEN – Pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8, dirangkai dengan sejumlah kegiatan yang digelar di beberapa lokasi di Banda Aceh. Salah satunya Seminar Internasional Sejarah dan Potensi Ekonomi Rempah. Acara pembukaannya diselenggarakan di Hotel Hermes Palace Banda Aceh pada Minggu, 5 November 2023.

Kegiatan tersebut dibuka oleh oleh Pj Gubernur Aceh yang diwakili Sekda Aceh, Bustami Hamzah, serta Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK, Didik Suhardi.

Pada saat pembukaan seminar, Sekretaris Daerah Aceh, Bustami Hamzah, mengatakan, Aceh merupakan daerah yang terkenal kaya dengan potensi rempah. Bahkan beberapa abad silam Aceh menjadi salah satu daerah penghasil rempah terbesar di dunia.

“Dalam rangka menyahuti isu global dan nasional untuk menjadikan jalur rempah nusantara sebagai jalur rempah dunia, maka Pemerintah Aceh mengusung tema “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia” dalam momentum PKA ke-8 tahun 2023,” jelasnya.

Ditambahkannya, seminar tersebut menjadi saluran informasi dan masukan tentang potensi ekonomi rempah, serta pengaruh positifnya pada perekonomian baik pada tingkat daerah maupun nasional.

Seminar itu terbagi atas 2 sub tema. Pada hari pertama Minggu, 5 November 2023, seminar berlangsung di Auditorium gedung Ali Hasyimi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh dengan sub-tema “Jejak Sejarah Jalur Rempah”.

Sementara pada hari kedua, Senin 6 November, seminar dengan sub-tema “Peluang Masa Depan Ekonomi Rempah” digelar di Auditorium Gedung Dayan Dawood Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Seminar internasional yang mengusung tema “Spice: Historical Background and Future Economic Opportunities”, merupakan kerja sama antara Direktorat Pelestarian dan Pemanfaatan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan Kemendikibud, UIN Ar-Raniry, Universitas Syiah Kuala, dan Balai Pelestarian Kebudayaan Aceh.

Sejumlah narasumber dihadirkan baik dari lokal, nasional maupun internasional. Antara lain seperti  Dr Ir Meika Syahbana Rusli MSc Agr ( Akademisi Institut Pertanian Bogor), Samuel Wattimena (Staf Khusus Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI).

Selanjutnya hadir juga Dr Syaifullah Muhammad ST MEng (Akademisi Universitas Syiah Kuala), T Satria Wira SE MM (Kabid Perdagangan Luar Negeri Disperindag Aceh), William Wongso (Pakar Kuliner) dan Prof Dr Mohd Affendi bin Mohd Shafri M Phil (Guru Besar IIUM Kuantan Malaysia).

Rempah Indonesia Sudah Dikenal

Dalam kesempatan tersebut, Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Meika Syahbana Rusli MSc Agr, mengatakan, potensi ekonomi rempah di Indonesia sangat besar Permintaan rempah di pasar internasional untuk ekspor selalu meningkat.

“Indonesia dikenal sebagai negara dengan rempah-rempah yang melimpah. Karena itu pada zaman penjajahan berbagai negara di dunia, ingin menguasai rempah-rempah yang ada di Indonesia,” jelasnya pada Senin (6/11/2023).

Ditambahkannya, pada zaman dulu rempah-rempah menjadi salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hingga saat ini, rempah asli Indonesia banyak diekspor ke berbagai negara, seperti lada, cengkeh, pala, hingga kayu manis.

“Ekspor rempah di Indonesia terus meningkat, bahkan menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2016 Indonesia pernah menempati peringkat ke-4 sebagai negara penghasil rempah di dunia,” paparnya.

Bisa Dikenalkan Lewat Batik

Sementara itu, Staf Khusus Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI) Samuel Wattimena pada Senin (6/11/2023), mengatakan rempah sangat lekat dengan masyarakat Indonesia, seperti digunakan dalam berbagai kuliner dan pengobatan, namun generasi saat ini tidak banyak yang mengetahui sejarahnya.

“Seperti kalau kita tanya pada generasi sekarang bagaimana bentuk pohon lada, umumnya tidak tahu. Karena itu pohon lada dan cengkeh yang banyak di Aceh bisa dijadikan motif batik Aceh misalnya. Jadi bisa dikenalkan lewat seni atau fashion,” ujar Samuel Wattimena yang dikenal sebagai desainer busana ini.

Ditambahkan Samuel yang dikenal desain busana etniknya, dengan mengangkat kekayaan potensi alam lokal seperti rempah dalam media seni maka semakin dikenal. Generasi milenial pun tertarik untuk mengembangkannya, sehingga bisa menjadi potensi ekonomi.

Seminar tersebut diikuti oleh ratusan peserta dari unsur budayawan, sejarawan, jurnalis, akademisi, pelaku UMKM, dan mahasiswa. (Advertorial)