H. Ruslan M. Daud (HRD) bersama ulama kharismatik Aceh, Syeikh H. Hasanoel Bashry (Abu Mudi).

KABAR BIREUEN – Pengurus Pusat Tastafi (Tasawuf, Tauhid dan Fiqih), H. Ruslan M. Daud (HRD), mengajak warga Aceh dan seluruh Jama’ah Nahdiyin di Jakarta dan sekitar Jabotabek, agar turut menyukseskan Maulid Akbar dan Pelantikan Pengurus Tastafi Cabang Jakarta.

Acara bersejarah ini, akan dilaksanakan besok, Jumat, 7 Februari 2020 (13 Jamadilakhir 1441 H), ba’da magrib di Aula Serbaguna Komplek Perumahan DPR RI Kalibata, Jakarta Selatan.

HRD yang juga anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB ini, Kamis (6/2/2020), mengharapkan kepada pengurus Tastafi Cabang Jakarta yang akan dibai’at langsung oleh Abu Syeikh H. Hasanoel Bashry, agar dapat menjaga amanah, bekerja keras dan kerja ikhlas. Sehingga, Tastafi menjadi media pengembangan dan pengamalan Ilmu Tasawuf, Tauhid dan Fiqih ke seluruh pelosok Tanah Air.

Senada dengan itu, Abu Syeikh H. Hasanoel Bashry, menjelaskan, maksud didirikannya Majelis Zikir dan Pengajian Tastafi ini adalah untuk menyampaikan dan membumikan ajaran Tasawuf, Tauhid, dan Fiqih berdasarkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah.

“Pengajian Tastafi juga punya tujuan untuk membentengi umat dari aliran humanisme sekuler, teologi global, konsumerisme dan masih banyak pemahaman lain produk ilmuan barat yang bertentangan dengan Islam,” jelas ulama yang lebih dikenal dengan Abu Mudi ini.

Dikatakan Abu Mudi, humanisme sekuler lahir di masa Renaissance yang terjadi di abad ke-18. Pemikiran bebas di abad ke-19 menciptakan manusia yang mengakui dirinya sebagai bagian dari alam yang kekal dan tidak diciptakan oleh Allah. Mereka berkeyakinan, memperbaiki manusia tanpa kehadiran Allah atau tanpa bantuan dari Allah.

“Pemahaman tersebut sangat berbahaya bagi generasi Islam. Kita harus bentengi mereka dengan pengajian Tastafi,” tegas Abu Mudi.

Begitu juga dengan dokrin teologi global, sebut Abu Mudi, ini dilakukan dengan usaha terencana dan sistematis. Menghapus agama dengan perlahan dan menggantikannya dengan hal baru, hasil produk gagasan mereka. Paling tidak, mengurangi dan menjinakkan keyakinan akan kebenaran agama tersendiri.

“Pemahaman ini bisa manyasar generasi kita melalui beragam media sosial, forum-forum diskusi dan seterusnya,” sebut Abu Mudi.

Menurut Abu Mudi, konsumerisme merupakan paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok yang menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan.

Sifat konsumtif yang ditimbulkan, dijelaskan Pimpinan Dayah Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiah (Mudi) Mesjid Raya (Mesra) Samalanga ini, akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkiti manusia dalam kehidupannya.

Konsumerisme ini, disebutkannya, adalah saudara kandung dari materialisme dan hedonisme. Ketiganya berjalan beriringan.

“Semua kenyataan di atas adalah perang dingin yang sedang dihadapi ummat Islam saat ini. Kita ummat Islam harus bergerak, mempersiapkan diri menghadapi perang dingin ini, dengan cara-cara yang dingin, damai, namun jitu untuk membentengi ummat,” ajak inisiator pendirian Majelis Zikir dan Pengajian Tastafi ini. (Suryadi)