Kabid Persampahan pada DLHK Kabupaten Bireuen, Irwan Phonna, ST

KABAR BIREUEN – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Bireuen diperkirakan kesulitan memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2021 dari penerimaan retribusi pelayanan persampahan dan jasa penyedotan kakus.

Beban target PAD tahun 2021 pada DLHK Kabupaten Bireuen dari dua jenis penerimaan sebesar Rp1.170.000.000. Sementara target tahun sebelumnya sebesar Rp905.000.000 juga tidak terealisasi 100 persen.

Data realisasi PAD pada DLHK yang diperoleh Kabar Bireuen, tahun 2020 sebesar Rp834.915.000 atau 92 persen lebih dari penerimaan retribusi pelayanan persampahan Rp764.840.000 dan penyedotan kakus Rp70.075.000.

Pada tahun ini, sampai dengan Agustus baru terealisasi Rp510.641.000 (42 persen) dari target Rp1.170.000.000. Dimana, dari pelayanan persampahan targetnya Rp1.100.000.000 dan realisasi Rp480.716.000. Kemudian retribusi penyediaan dan atau penyedotan kakus baru terealisasi Rp29.925.000 dari target Rp70.000.000.

Kepala Bidang (Kabid) Persampahan pada DLHK Kabupaten Bireuen, Irwan Phonna, ST yang ditemui Kabar Bireuen di ruang kerjanya, Rabu (8/9/2021) membeberkan sejumlah hambatan dalam memenuhi target PAD tahun ini.

Menurutnya, besarnya target yang tidak didukung dengan fasilitas pelayanan memadai menjadi kendala bagi dinas pengelola PAD.

“Target PAD setiap tahun ditingkatkan, namun fasilitas tidak mendukung. Seperti truk angkut sampah banyak yang tidak layak jalan lagi dan sering mogok, tapi kami paksakan harus bisa jalan untuk mengangkut sampah jangan sampai menumpuk,” ungkapnya.

Tidak hanya persoalan fasilitas, sebut Irwan Phonna, regulasi (qanun) yang tidak lagi sesuai dengan kondisi terkini juga menjadi hambatan.

Dicontohkannya, tarif retribusi sampah pada toko dipungut Rp10 ribu per-bulan, sementara pada Pedagang Kaki Lima (PKL) dikutip Rp1.000 per-hari.

“Sehingga Pedagang Kaki Lima merasa keberatan membayar sebesar itu, karena kalau dikalikan 30 hari berarti mereka harus membayar Rp30 ribu, sementara pemilik toko hanya bayar Rp10 ribu,” jelasnya.

Menurutnya, banyak PKL yang tidak mau membayar retribusi sampah, namun petugas harus mengangkut juga sampah meskipun tidak dibayar.

“Petugas kami tidak hanya melayani yang wajib, tetapi di luar itu (sampah yang dibuang sembarangan) juga harus diangkut. Kalau tidak diangkut, masyarakat menyalahkan kami, padahal itu bukan kewajiban,” paparnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Bireuen, Drs Murdani yang dihubungi terpisah, memberikan tanggapan sama dengan Kabid Persampahan.

Menurutnya, ia sudah mengajukan penyesuaian target PAD pada instansi yang dipimpinnya dan perubahan Qanun tentang Retribusi Pelayanan Persampahan.

“Kami sudah mengajukan permohonan untuk diturunkan target PAD, paling tidak, sama dengan target tahun sebelumnya. Jika target sebesar yang ditetapkan sekarang, saat ini sangat sulit untuk tercapai, karena banyak kendala di lapangan,” sebutnya.

Murdani mengungkapkan, setiap tahun pihaknya mengusulkan penambahan truk pengangkut sampah dan fasilitas pendukung lainnya.

“Karena kemampuan keuangan daerah sangat terbatas, makanya belum bisa terpenuhi. Meskipun kebutuhan truk sampah sangat mendesak,” katanya.

Kadis Murdani juga mengharapkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan.

“Sebenarnya sampah ilegal tidak wajib diangkut oleh petugas, tapi demi kenyamanan dan keindahan tetap dilayani. Sayang dengan petugas kami di lapangan harus bekerja di luar kewajiban, sementara mereka tidak mendapatkan upah tambahan,” pungkas mantan Asisten I Setdakab Bireuen ini. (Rizanur /*)