KABAR BIREUEN – Kondisi semraut dan macet yang kerap terjadi di jalan depan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Fauziah Bireuen memang seolah tak pernah bisa teratasi.
Hampir setiap saat masyarakat dan pengendara yang melewati kawasan tersebut selalu mengeluh akan kesemrautan akibat kendaraan yang parkir sembarangan dan ditambah pedagang yang berjualan di lokasi tersebut.
Terkait kondisi itu, Kepala Dinas Perhubungan Bireuen, Mulyadi SE yang dikonfirmasi Kabar Bireuen, Senin (25/9/2017) di kantornya Kawasan Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Bireuen, mengakui memang di lokasi tersebut agak semraut dan sering macet.
Namun, dia membantah jika pihaknya tak melakukan tugasnya untuk mengatasi hal tersebut. Petugas dari Dinas perhubungan seminggu dua kali turun ke lapangan untuk kesemrautan tersebut. Kalau ada laporan, maka langsung turun ke lokasi.
“Kita hanya sebatas mengatur arus lalu lintas bila ada kemacetan, malah petugas ikut membantu mengangkat becak dan kendaraan yang parkir di lokasi itu jika sudah macet. Mengenai penertiban pedagang, itu bukan kewenangan kami. Petugas kami hanya mengatur arus lalu lintas agar lancar,” ungkapnya.
Untuk mengatasi agar di lokasi tersebut tak lagi semraut dan macet, maka pihaknya sudah mengusulkan pembangunan jalan dua jalur, yang rencananya akan dibangun pada 2018 nanti.
“Kita sudah surati PT. Kereta Api Indonesia (KAI) terkait hal itu, dan mereka sudah membalas surat kita dan menyetujuinya. Hanya saja, mereka meminta tanah yang tersisa bisa dibangun toko untuk pedagang berjualan, yang selama ini telah menyewanya pada PT KAI,” jelas Mulyadi.
Mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari parkir dan terminal, untuk tahun 2016 mengalami kenaikan dua kali lipat dari tahun sebelumnya, 2015 yang hanya Rp300 juta, pada tahun 2016 menjadi Rp601 juta. “Jadi tak benar kalau kami tak bekerja, buktinya PAD malah meningkat sejak saya menjabat Kadis Perhubungan,” tegasnya.
Masalah perparkiran, katanya, pihaknya melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengurus 80 titik parkir di Kota Bireuen. Dengan sistem kontrak itu, mereka menyetor ke Dinas Perhubungan antara Rp 26 – 27 juta per bulan.
Sementara disinggung bongkar muat barang di pinggir jalan, Mulyadi membenarkan hal itu memang terjadi. Itu dikarenakan tempat bongkar muat yang sebelumnya ada di kawasan Cureh, Geulanggang Gampong, Kota Juang sudah berubah fungsi jadi Pasar Induk.
“Karena tak ada pagar, maka kita tidak berani bertanggungjawab kalau tetap dilakukan bongkar muat di Cureh, takutnya ada barang yang hilang. Karena itu, kita cari solusi minta izin ke provinsi untuk menggunakan Terminal Terpadu Geulumpang Payong untuk lokasi bongkar muat nantinya,” sebut Mulyadi. (Ihkwati)