KABAR BIREUEN-Selaku individu yang sering berkecimpung di dunia seni, paling sering kooperatif dengan pengurus Dewan Kesenian Aceh (DKA) dan Dinas Kebudaayan dan Pariwisata Aceh (Disbudpar) Aceh, sebenarnya dirinya sudah sangat kecewa.
Meski bukan pengurus DKA Bireuen periode lalu, namun dia salah satu pemegang mandat Musda DKA Bireuen.
Hal itu dikatakan Noviati MR, salah seorang penggiat seni di Bireuen menanggapi belum terlaksananya Musyawarah Daerah (Musda) DKA Bireuen kepada Kabar Bireuen, Jumat (5/5/2017) sore.
“Saya bukan pengurus DKA Bireuen. Namun, saya diminta bantuan oleh DKA Provinsi Aceh karena lebih koperatif dan intens berhubungan dengan DKA Provinsi serta instansi provinsi terkait kesenian,” ungkap wanita yang akrab disapa Novi itu.
Oleh karena itu, katanya lagi, dia diminta bantuan untuk memegang mandat Musda, yang seharusnya dilaksanakan setahun lalu.Tetapi belum terealisasi sampai saat ini karena tidak ada anggaran.
Dia mengakui. meski selaku pemegang mandat, dia tak begitu mengetahui seluk beluk kepengurusan periode lalu. Karena kevakuman itulah, DKA provinsi meminta Novi untuk bergerak.
“Tetapi, saya tetap tak bisa bergerak sendiri. Perlu diketahui,Bireuen memiliki banyak sanggar di seluruh kecamatan. Saya juga harus memperhatikan aspek kepatutan. Karena saya pemegang mandat atas dasar perintah dari provinsi sementara saya bukan pengurus lama,” jelas pembina Cagoek SDN 1 Bireuen itu.
Misi yang diemban Novi adalah memediasi kepengurusan lama yang sekarang berjalan sendiri-sendiri, untuk duduk bermufakat agar terbentuk pengurus baru. Siapa saja bisa menjadi ketua DKA Bireuen. Yang penting terbentuk dan tidak jalan di tempat.
“Saya sebagai pemegang mandat, mengajak seluruh elemen pecinta seni mari duduk berembuk. Lebih indah ada warna warni dalam pemilihan. Jangan di kotak-kotakkan. Jangan jadikan dunia seni jadi penentu kepentingan dan kebijakan,” ajaknya.
Pengurus DKA, sebutnya lagi, harus sama-sama mengalah, sama-sama berfikir rendah hati agar bisa terlaksana Musda ini.
Dikatakannya, kalau dunia seni menjadi money oriented, maka akan lahir generasi seni yang gila uang. Ingat, seniman berbeda dengan pekerja seni. Seniman tetap berkarya meski tanpa duit, pekerja seni berkarya untuk cari duit.
“Saya pribadi haqqul yaqin, musda akan terselenggara apabila senior-senior kami di kepengurusan DKA mau duduk sekursi. Saya hanya mediator. Jangan sampai ada yang beranggapan, pu aneuk mit mantong, ka peugah haba tentang DKA,” sebutnya.
Sebagai generasi muda, dia ingin bekerja, membangun seni. Novi meminta semua pihak mendukung hal tersebut, terlebih pemerintah daerah.(Ihkwati)