H. Ruslan M. Daud (HRD) menyerahkan hadiah uang tunai Rp50 juta kepada M. Yunus yang didampingi rekannya, Zainuddin, di Meuligoe Residence, Cot Gapu, Bireuen, Sabtu (4/1/2025). (Foto: Suryadi/Kabar Bireuen)

KABAR BIREUEN, Bireuen – Sesuai janjinya, H. Ruslan M. Daud (HRD) menyerahkan hadiah uang kepada warga penangkap pelaku money politics (politik uang) pada Pilkada 2024, di kediamannya, Komplek Meuligoe Residence, Cot Gapu, Bireuen, Sabtu (4/1/2025) pagi.

Uang tunai sebanyak Rp50 juta tersebut diterima M. Yunus dan Zainuddin, mewakili rekan-rekannya yang berhasil menangkap Safriadi, pelaku money politics di Gampong Alue Dua, Kecamatan Makmur, Kabupaten Bireuen.

Hal tersebut, sebagai bentuk komitmen HRD yang pernah berjanji akan memberikan hadiah tiket umrah atau uang tunai Rp50 juta, kepada siapa saja yang berhasil menangkap pelaku money politics pada Pilkada Bireuen 2024.

Dikatakan anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKB ini, sesuai janjinya saat itu, bukan sekadar menangkap begitu saja pelaku money politics. Namun, harus juga mendapatkan barang bukti dan bersedia menjadi saksi untuk kepentingan proses hukum hingga ke pengadilan.

BACA JUGA:Ā Jauh Lebih Ringan dari Tuntutan JPU, Terdakwa Politik Uang Hanya Diganjar Hukuman Percobaan

“Jadi karena sidang di pengadilan telah selesai dan sudah diputuskan hukumannya kemarin, maka saya buru-buru pulang dari Malaysia hanya untuk menyerahkan hadiah tersebut. Saya berikan uang tunai ini karena sesuai permintaan mereka. Sebab, mereka bekerja beberapa orang dalam satu tim,” ungkap HRD.

Menurut HRD, dia membikin sayembara ini, lebih kepada keinginannya untuk menghapus praktik money politics yang telah merusak demokrasi di Bireuen. Itu sebagai bentuk tanggung jawabnya yang tidak ingin hak demokrasi rakyat dirampas, demi meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

“Kita saksikan sekarang, bukan lagi adu gagasan, tetapi adu kekuatan uang. Kalau memang itu yang dilakukan, apa juga keinginannya untuk memperbaiki keadaan yang amburadul di Kabupaten Bireuen. Jadi, kalau kita adu gagasan dan kita adu ide, itu beda. Kita lihat orang yang layak jadi pemimpin, bukan yang hanya mengandalkan money politics,” jelas Bupati Bireuen periode 2012-2017 itu.

Sementara M. Yunus, selaku pelapor yang menangkap pelaku money politics bersama rekan-rekannya, mengucapkan terima kasih kepada HRD yang telah memberikan imbalan tersebut. Uang itu nantinya dibagikan untuk enam orang, selaku tim penangkap pelaku money politics tersebut.

M. Yunus bersama rekannya, Zainuddin, memperlihatkan uang tunai Rp50 juta kepada wartawan, di Meuligoe Residence, Cot Gapu, Bireuen, Sabtu (4/1/2025). (Foto: Suryadi/Kabar Bireuen)

Dia menegaskan, sebenarnya mereka berenam menangkap pelaku money politics, bukan untuk bisa memperoleh hadiah tersebut. Bukan hadiah itu yang dikejar. Sebab, meski tidak dijanjikan hadiah, sejak awal mereka memang sudah berniat mencegah politik uang di Bireuen.

“Itu yang pertama kami pikirkan, bukan karena keinginan untuk mendapatkan uang Rp50 juta itu, kami menangkap pelaku money poltics. Itu hanya untuk mencegah agar tidak ada lagi money politics di Bireuen.

Dalam kesempatan tersebut, M. Yunus juga menyampaikan kekecewaannya kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen yang memvonis hukuman terhadap terdakwa Safriadi cuma satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun. Putusan itu, dinilainya sangat ringan dan tidak memberikan efek jera bagi pelakunya. Jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman tiga tahun penjara.

Disebutkan M. Yunus, pihaknya sebagai pelapor sangat kecewa atas putusan hakim tersebut. Kalau tidak seberat tuntutan JPU, katanya, minimal hakim memvonis satu tahun menjalani hukuman di penjara.

BACA JUGA:Ā JPU Tuntut Terdakwa Money Politics Tiga Tahun Pidana Penjara

“Jika hukumannya begitu, walau kami tidak puas, masih dapat dimaklumi. Ini diputus hukuman percobaan yang tidak perlu menjalaninya di penjara. Ini benar-benar tidak adil dan kami sangat kecewa,” ujar M. Yunus, kesal.

Menurut M. Yunus, dia sejak awal sudah merasakan ada keberpihakan dalam penanganan perkara ini di pengadilan. Dia merasakan saat pemeriksaan atau memintai keterangan dari para saksi, terkesan hakim menekannya.

“Seperti contohnya masalah uang money politics itu yang kami ambil sebagai barang bukti. Itu katanya hak polisi. Sedangkan polisi saja saat kami diperiksa di Polres, tidak dibilang itu salah. Kenapa hakim bilang salah? Itu sebagai sebuah bukti ada keberpihakan dalam prosos hukum perkara tersebut di pengadilan,” jelasĀ mantan Keuchik Batee Dabai itu. (Suryadi)