Oleh: Raihan Ariani

KENAIKAN Uang Kuliah Tunggal (UKT) selalu menjadi topik yang sensitif di kalangan mahasiswa. Tidak heran, jika pengumuman tentang kenaikan UKT sering kali memicu reaksi yang intens dan beragam dari mahasiswa dan orang tua.

Di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pasca pandemi, kabar tentang kenaikan UKT menambah beban pikiran mahasiswa yang sudah tertekan oleh berbagai tantangan akademis dan finansial.

Alasan utama kenaikan UKT, biasanya terkait dengan biaya operasional yang meningkat. Perguruan tinggi memerlukan dana untuk memelihara fasilitas, membayar tenaga pengajar, dan mengembangkan program-program akademis.

Inflasi dan peningkatan harga bahan pokok, turut memengaruhi keputusan ini. Selain itu, beberapa universitas berargumen bahwa kenaikan ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas kampus, sehingga mahasiswa dapat menerima layanan pendidikan yang lebih baik.

Reaksi Mahasiswa

Bagi banyak mahasiswa, kenaikan UKT menjadi momok yang menakutkan. Mereka yang berasal dari keluarga yang kondisi ekonomi menengah ke bawah, paling merasakan dampaknya.

Bahkan, bagi beberapa mahasiswa, kenaikan UKT bisa berarti harus mengambil keputusan sulit: apakah melanjutkan studi atau mencari alternatif lain yang lebih terjangkau.

Panik, kecewa, dan frustrasi adalah perasaan umum yang muncul di kalangan mahasiswa saat mendengar kabar kenaikan UKT. Media sosial pun menjadi wadah ekspresi. Mahasiswa berbagi keluhan dan menyuarakan protes mereka.

Tidak jarang, aksi demonstrasi dan petisi online dibuat sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan ini.

Dampak pada Kehidupan Mahasiswa

Kenaikan UKT membawa dampak signifikan pada kehidupan mahasiswa. Selain tekanan akademis, mahasiswa harus memikirkan cara untuk menutupi biaya kuliah yang lebih tinggi.

Beberapa dari mereka terpaksa mencari pekerjaan paruh waktu. Tentunya, ini bisa mengganggu fokus dan prestasi akademis. Bagi yang sudah bekerja, beban finansial tambahan tersebut dapat menyebabkan stres yang berlebihan.

Tidak hanya itu, kenaikan UKT juga dapat memengaruhi kesehatan mental mahasiswa. Tekanan finansial sering kali berujung pada kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Mahasiswa merasa terbebani dengan tanggung jawab untuk membiayai pendidikan mereka. Seharusnya, itu menjadi hak dan bukan beban.

Harapan ke Depan

Pendidikan adalah investasi penting untuk masa depan. Mahasiswa perlu mendapatkan dukungan yang memadai agar mereka bisa menyelesaikan pendidikan tanpa terbebani masalah finansial yang berlebihan.

Dengan kerja sama dan komunikasi yang baik, diharapkan masalah kenaikan UKT ini bisa diatasi dengan lebih efektif. []

*) Penulis: Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah Asal Bireuen