KABAR BIREUEN, Bireuen– Habitat rawa (paya) di Kabupaten Bireuen dalam 11 tahun terakhir mengalami penurunan luas yang signifikan.
Dari 437, 93 hektar pada 2013 yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bireuen, Berdasarkan Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bireuen tahun 2013-2032, hasil survey pada tahun 2024, ruas rawa yang berstatus kawasan perlindungan itu hanya tinggal 388,1 hektar, mengalami penyusutan 49,83 hektar atau rata-rata 4,53 hektar per tahun.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Aceh Wetland Foundation, Yusmadi Yusuf, didampingi Tim Survey, Habib Dwi Siga dalam konferensi pers, Senin (6/12/205) di Central Cafe Bireuen.
Dikatakannya, penyusutan itu sebagian besar disebabkan karena pengalihan fungsi lahan untuk kepentingan pertanian yaitu beralih fungsi menjadi lahan sawah, permukiman dan perkebunan.
“Fenomena ini menjadi perhatian serius karena selain merusak ekosistem yang kaya keanekaragaman hayati. Penyusutan paya itu mengancam sumber daya air yang sangat penting bagi keberlanjutan pertanian dan kehidupan masyarakat Bireuen,” sebutnya.
Ditambahkannya, pengurangan luas rawa dapat mengurangi kemampuan kawasan tersebut dalam menyimpan air dan mengatur distribusi air di wilayah sekitar.
Aceh Wetland Foundation melakukan survey di kawasan rawa tersebut dengan menggunakan drone, Aplikasi Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) dan mendatangi langsung lokasi rawa tersebut.
Dari hasil survey menunjukkan bahwa konversi lahan untuk pertanian dan perkebunan telah mengurangi luas paya yang tersisa.
Selain itu, katanya, adanya aktivitas Galian C, pengerukan tanah di sekitar kawasan rawa juga menjadi penyebab penyusutan luas rawa.
Seperti yang terjadi di sekitar Rawa Geudeubang di Gampong Blang Rheum, Kecamatan Jeumpa, Bireuen sekitar kawasan itu ada aktivitas Galian C.
“Karena itu , kita berharap Pemkab Bireuen tak mengeluarkan rekomendasi untuk Galian C di sekitar kawasan rawa yang ada di Bireuen,” harapnya.
Ada 10 rawa yang dilakukan survey oleh pihaknya yang semuanya megalami penyusutan kecuali Rawa Kolam Sapi di Alue Leuhob, Kecamatn Simpang Mamplam, terjadi penambahan luas karena musim hujan, dari 16,11 menjadi 28,94, terjadi penambahan12,83.
Rawa Paku di Gampong Paku, Kecamatan Simpang Mamplam, mengalami penyusutan.
Selajutnya, Paya Cut di Gampong Blang Rheum, Paya Jagat di Cot Keutapang, Kecamatan Jeumpa.
Lalu Paya Umpang di Gampong Mat Ie, Peusangan Selatan, Paya Kareung, Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang.
Kemudian Paya Nie di Gampong Blang Mee, Paloh Peuradi, Paloh Raya, Crueng Kumbang, Buket Dalam, Glee Putoh dan Kulu Kuta, Kecamatan Kuta Blang.
Di Kecamatan Makmur ada Paya Mesjid di Gampong Leubu Mesjid dan Paya Gub, di Leubu Mee.
Berdasarkan temuan tersebut, Aceh Wetland Foundation merekomendasikan beberapa langkah yang harus segera diambil untuk melindungi dan melestariskan kawasan rawa di Kabupaten Bireuen.
1. Penegakan hukum yang lebih tegas, Pemkab Bireuen diminta untuk memperkuat penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam konservasi lahan yang melanggar peraturan tentang kawasan perlindungan rawa.
2. Restorasi ekonomi rawa, Kawasan Rawa yang telah telah terdegradasi perlu segera direhabilitasi untuk memulihkan fungsinya sebagai penyimpan air dan habitat margasatwa. Program restorasi ekosistem harus menjadi prioritas untuk menjaga keberlangsungan ekosistem paya.
3.Penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat di sekitar kawasan rawa mengenai pentingnya menjaga ekosisten rawa dan fungsi ekologisnya. Kolaborasi dengan masyarakat lokal sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendukung pelestarian kawasan.
4. Kolaborasi untuk pengelolaan berkelanjutan. Aceh Wetland Foundation mendorong kerjasama antara pemerintah derah, sektor swasta, lembaga konservasi dan masyarakat untuk mengembangkan model pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Pengelolaan kawasan rawa yang berbasis pada prinsip keberlanjutan akan memberikan manfaat ekonomi dan ekologis bagi semua pihak.
Menurut Yusmadi, selain harus diperkuat dengan sanksi hukum juga harus adanya revisi tentang qanun tersebut serta adanya Peraturan Bupati (Perbup).
“Kami percaya dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta, kita dapat menjaga dan melindungi kawasan rawa ini untuk generasi mendatang,” pungkasnya. (Ihkwati)