KABAR BIREUEN– Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bireuen membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa SM dan F pada sidang pertama perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana SPP PNPM Mandiri Gandapura Tahun 2019-2023 di Pengadilan Tipikor Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis (7/12/2023).

Pada sidang tersebut Tim Penuntut Umum yang diketuai oleh Kasi Pidsus Siara Nedy, S.H.,M.H membacakan dakwaan terhadap kedua terdakwa yang melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Banda Aceh dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim an. Muhammad Jamil, S.H.,M.H dan kedua terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum dari Biro Pelayanan Bantuan Hukum Tri Labels.

Dalam sidang tersebut, kedua terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan yang dibacakan oleh Penuntut Umum.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang dijadwalkan pada Kamis, 14 Desember 2023 mendatang.

Terhadap terdakwa SM saat ini tempat penahanannya sudah dipindahkan dari Rutan Kelas II Bireuen ke Rutan Kelas II B Banda Aceh sampai dengan agenda sidang berakhir.

Kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyelewengan Dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Gandapura Tahun 2019 s.d 2023 ada dua terdakwa.

Dalam kasus tersebut, SM selaku Ketua UPK dan saksi (YA) selaku Ketua BKAD bersama-sama telah menyetujui, mengalokasikan dan mencairkan dana SPP kepada Kelompok Perempuan yang pada pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang tercantum pada Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Diantaranya adalah, Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) diberikan kepada Kelompok Perempuan kategori Rumah Tangga Miskin (RTM);

Tidak diperbolehkan diberikan pinjaman kepada individu, verifikasi usulan SPP dilakukan harus sesuai fakta peminjam di lapangan.

Pada kenyataannya dana SPP tersebut ada yang diberikan kepada peminjam berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga diberikan kepada peminjam individu, serta sebagian besar usulan SPP kelompok dan individu tidak diverifikasi sesuai fakta dilapangan oleh Tim Verifikasi.

Penggunaan dana SPP tidak sesuai dengan tujuan peminjaman dana melainkan digunakan oleh pihak lain seperti saudara/anak/tetangga/suami yang memiliki jabatan sebagai Perangkat Desa.

Selanjutnya, F selaku Tim Verifikasi sekaligus Ketua Kelompok Perempuan Udep Sare menggunakan dana angsuran pinjaman SPP dari anggota pada empat kelompok perempuan dan tidak disetorkan kepada pihak UPK.

Dana angsuran pinjaman itu digunakan untuk kepentingan pribadi sehingga terjadi tunggakan pada empat kelompok perempuan tersebut dan menjadi kerugian keuangan negara.

Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh SM dan F telah menimbulkan tunggakan pinjaman dana SPP PNPM di Kecamatan Gandapura yang mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp1.165.157.000, sebagaimana Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Tim Auditor Inspektorat Aceh.

Kerugian Keuangan Negara tersebut sebagian telah dikembalikan oleh peminjam kelompok dan individu sebesar Rp746.000.000.(Ihkwati)