dr. Mukhtar, MARS

KABAR BIREUEN – Pihak Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Fauziah Bireuen membantah, terutang dengan distributor alat kesehatan dan distributor obat, sehingga menyebabkan kelangkaan obat dan bahan baku untuk penanganan operasi bedah tulang (orthopedi).

Hal tersebut disampaikan Direktur BLU RSUD dr Fauziah Bireuen, dr. Mukhtar, MARS yang dikonfirmasi Kabar Bireuen, Senin (1/8/2017) di ruang kerjanya, terkait adanya pasien bedah tulang tidak tertangani karena ketiadaan bahan baku untuk keperluan operasi dan kelangkaan obat. Penyebabnya, diduga karena pihak rumah sakit masih terutang miliaran rupiah dengan distributor.

Menurut Mukhtar, habisnya stok bahan baku untuk pasien operasi bedah tulang tersebut, karena pengiriman barang yang terlambat dilakukan oleh pihak distributor. Selain itu, pihak RSUD dr Fauziah juga melayani pasien bedah tulang dari luar daerah, sehingga sering kehabisan stok bahan baku.

“Bukan karena kita terutang dengan mereka, sehingga barangnya tidak dikirim. Tapi, karena banyaknya pasien orthopedi yang ditangani di sini. Jadi, bahan baku yang dibutuhkan di luar perkiraan. Juga disebabkan faktor keterlambatan pengiriman dari pabrik. Sebab, hanya dua perusahaan yang memproduksi bahan baku itu. Mereka juga melayani penjualan untuk seluruh Indonesia,” jelasnya.

Menyangkut dengan pembayaran, lanjut mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen ini, selama ini tidak ada masalah. Setiap barang yang dibeli ke distributor, selalu dibayar sesuai dengan mekanisme yang berlaku oleh pejabat pengadaan.

Secara tegas Mukhtar juga menampik rumor yang berkembang bahwa pihak rumah sakit terutang dengan pihak produsen bahan baku bedah tulang hingga mencapai Rp21 miliar selama tiga tahun.

“Nggak ada itu (terutang) jumlahnya sampai segitu. Mungkin tiga bulan iya, dan pihak pabrik jika sudah lebih dua bulan langsung ditagih ke kita, dan nggak mungkin sampai tiga tahun,” sergah Mukhtar dan dibenarkan Wakil Direktur RSUD dr Fauziah, dr Irwan A. Gani yang ikut mendampinginya saat menjelaskan hal tersebut kepada Kabar Bireuen.

Meski begitu, Mukhtar mengakui, pihak rumah sakit memang terutang dengan pihak distributor alat kesehatan, namun nominalnya tidak mencapai Rp1 miliar. Menurutnya, itu hal biasa, karena ada hal-hal tertentu yang belum dapat dilakukan pembayaran. Bukan karena tidak ada dananya.

“Utang ada, namun tidak sampai Rp1 miliar pun. Tapi, itu tidak menjadi penyebab ditahannya pengiriman barang yang kita butuhkan. Bukan itu persoalannya,” katanya.

Terkait sering terjadi kelangkaan obat di rumah sakit milik pemerintah ini, katanya, kesalahan bukan hanya pada pihak rumah sakit. Namun, ada beberapa distributor kadang-kadang tidak bisa memenuhi jumlah obat sesuai kebutuhan.

“Kita sudah mengundang semua distributor obat yang memasok obat untuk rumah sakit menanyakan permasalahan. Menurut mereka, ada permasalahan pada produksi. Jadi, bukan kita tidak menyediakan obat. Penyediaan obat tetap kita lakukan sesuai kebutuhan, minimal tiga bulan sekali,” terangnya.

Disinggung tentang kurangnya diberikan wewenang Kepala Farmasi rumah sakit dalam pengadaan obat, Mukhtar beralasan, selama ini Kepala Farmasi diminta untuk membenahi unit kerjanya.

“Sedangkan pengadaan obat kita serahkan kepada pejabat pengadaan, agar beban kerja Kepala Farmasi tidak terlalu berat,” kilahnya.

Sebelumnya diberitakan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Fauziah Bireuen diisukan menunggak utang miliaran rupiah dengan distributor obat dan alkes di luar Aceh.

Akibatnya, banyak obat kehabisan stok dan pasien bedah tulang (ortopedi) terpaksa ditolak untuk dilayani pihak rumah sakit tersebut. Sebab, tidak tersedia bahan baku, seperti implant dan lainnya. (Rizanur)