KABAR BIREUEN – Pelaksanaan eksekusi uqubat (hukuman) cambuk terhadap terpidana khalwat (mesum) berinisial N binti B di halaman Mesjid Agung Sultan Jeumpa, Bireuen, Jumat (4/10/2019), diduga melanggar prosedur yang berlaku.
Masalahnya, jallad (algojo) yang ditugaskan mencambuk terpidana berjenis kelamin perempuan itu, diduga seorang laki-laki.
Padahal, sesuai aturan, eksekusi terhadap terpidana hukuman cambuk berjenis kelamin perempuan dilakukan oleh jallad perempuan. Begitu juga terhadap terpidana berjenis kelamin laki-laki, dilakukan oleh jallad laki-laki.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum terpidana N binti B, Muhammad Ari Syahputra, SH kepada wartawan, seusai eksekusi hukuman cambuk tersebut.
Dia mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan eksekusi hukuman cambuk terhadap kliennya itu. Apalagi, sudah keluar putusan kasasi dari MA yang menyatakan, N terbukti bersalah dan harus menjalani hukuman cambuk sebanyak delapan kali. Walau terpidana itu sendiri masih melakukan upaya hukum lagi, melalui Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
Namun, dalam hal ini yang dipersoalkan Ari Syahputra adalah pelaksanaan hukuman terhadap terpidana, dinilainya tidak sesuai prosedur yang berlaku. Hal tersebut telah merugikan kliennya.
“Memang jalladnya memakai cadar. Namun, postur tubuh dan gaya berjalannya dapat dikenali dengan jelas, dia laki-laki. Begitu juga suaranya yang mengatakan “siap!” saat menjawab aba-aba jaksa eksekutor. Jelas terdengar itu suara seorang laki-laki, bukan suara perempuan,” papar Ari Syahputra.
Seharusnya, menurut Ari, eksekusi cambuk tersebut harus berpedoman pada Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang pelaksanaan hukum acara jinayat pada pasal 48 ayat (2).
“Di situ jelas disebutkan, eksekusi cambuk bagi terpidana perempuan dilakukan oleh Jallad perempuan dan terpidana laki-laki dilakukan oleh Jallad laki-laki,” jelas Ari.
Terkait hal tersebut, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Teuku Hendra Gunawan, SH., MH yang dikofirmasi wartawan seusai eksekusi hukuman cambuk tersebut, menyatakan, dirinya tidak tahu apakah algojo itu laki-laki atau perempuan. Dia beralasan, pihaknya hanya sebagai pelaksana eksekusi cambuk tersebut.
“Kalau ingin membuktikan apakah algojo itu laki-laki atau perempuan, lihat saja di sana. Tapi, identitas algojo itu kan dirahasiakan,” jelas Teuku Hendra.
Sementara Kasat Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Kabupaten Bireuen, Jamaluddin, SP yang dihubungi melalui telepon selulernya beberapa saat kemudian, tidak mengangkat panggilan masuk. (Suryadi)