
Oleh: Anwar, S.Ag, M.A.P
Kepala Dinas Pendidikan Dayah Bireuen
SOAL; jika kita ditanyai orang, Apa Itu Kota Santri?, maka jawab bahwa; Kota Santri bukan sekadar label atau jargon yang terdengar indah di telinga. Ia adalah sebuah konsep yang hidup, sebuah visi yang menggabungkan pendidikan, budaya dan kehidupan sehari-hari dalam satu nafas keislaman yang kuat.
Secara sederhana, Kota Santri dapat didefinisikan sebagai wilayah yang menjadikan pendidikan Islam, terutama melalui pesantren atau dayah, sebagai jantung pembangunan masyarakatnya.
Namun, maknanya jauh lebih dalam dari sekadar definisi teknis. Kota Santri adalah tempat di mana ilmu agama dan akhlak mulia menjadi pemandu, sementara kemajuan zaman seperti teknologi, ekonomi dan kesejahteraan berjalan seiring, bukan berlawanan arah.
Dalam konteks yang lebih luas, Kota Santri adalah sebuah ekosistem. Bayangkan sebuah kabupaten seperti Bireuen, di dalamnya ada 191 dayah yang terakreditasi tidak hanya menjadi tempat belajar 47.000 santri (10 % dari penduduk Bireuen), tetapi juga pusat kegiatan sosial, ekonomi dan budaya.
Di sini, santri tidak hanya menghafal Al-Qur’an atau mempelajari kitab kuning, tetapi juga dilatih untuk menjadi wirausahawan, pemimpin komunitas atau bahkan inovator yang membawa solusi bagi masalah lokal.
Pemerintah, masyarakat dan ulama bekerja bersama untuk memastikan bahwa nilai-nilai santri; disiplin, kejujuran dan semangat belajar menyatu dalam setiap aspek kehidupan dari pasar hingga ruang kelas, dari desa hingga kantor bupati.
Makna Kota Santri juga terletak pada identitas dan kebanggaan. Bagi Bireuen, ini adalah cara untuk mengatakan kepada dunia: “Kami adalah kota yang berpijak pada Islam, tetapi kami tidak tertinggal.”
Kota Santri bukan tentang menutup diri dari modernitas, melainkan tentang membuktikan bahwa pendidikan Islam bisa menjadi kekuatan yang relevan di tengah dunia yang terus berubah.
Ini adalah pernyataan bahwa santri bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga masa depan, mereka adalah generasi yang mampu membaca Al-Qur’an sekaligus memahami teknologi, menjalankan syariat sekaligus membangun ekonomi.
Lebih jauh lagi, Kota Santri membawa misi sosial yang besar. Ia bertujuan menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera, di mana pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa segelintir orang, tetapi milik semua, termasuk anak-anak dari keluarga miskin yang bermimpi belajar di dayah.
Maknanya juga tentang kemandirian: dayah tidak lagi hanya bergantung pada bantuan luar, tetapi menjadi pusat ekonomi lokal melalui wirausaha santri, pengelolaan wakaf, atau produk-produk kreatif yang lahir dari tangan mereka sendiri menuju dayah mandiri.
Bagi Bireuen, Kota Santri adalah panggilan untuk kembali ke akar sekaligus melangkah ke depan.
Definisi ini bukan sesuatu yang kaku, ia hidup dan bisa disesuaikan dengan karakter unik Bireuen, seperti budaya Aceh yang kental dengan syariat, tradisi dayah yang khas, dan semangat juang masyarakatnya.
Maknanya adalah harapan: bahwa Bireuen bisa menjadi teladan, sebuah kota yang menunjukkan bahwa Islam dan kemajuan bisa berjalan bersama, menciptakan harmoni antara iman, ilmu dan amal. Inilah esensi Kota Santri, sebuah mimpi yang nyata, sebuah tujuan yang bisa kita raih bersama. [*]