KABAR BIREUEN – Penanaman jagung sebagai program Grand Desain Alternatif Development (GDAD) di Meunasah Bungo, Kecamatan Peudada, Bireuen yang dicanangkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) telah dilakukan seremonial atau tanam perdana pada 28 Februari 2018. Namun program itu di lapangan belum berjalan sebagaimana diharapkan.
Pantauan Kabar Bireuen, Minggu (25/3/2018) di lokasi yang telah dilakukan penanaman perdana oleh Kepala Badan Narkotika Nasional waktu itu, Komjen Budi Waseso (Buwas), hanya tampak beberapa batang jagung saja baru tumbuh setinggi 10 cm.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bireuen, Ir. H. Alie Basyah, M.Si yang dihubungi melalui pesan WA pribadinya, membenarkan bahwa penanaman belum dapat dilakukan karena sampai saat ini belum turun hujan. “Belum bisa ditanam karena sampai sekarang belum turun hujan di Peudada,” jawabnya.
Menurut Alie Basyah, saat ini kendala yang dihadapi hanya persoalan sumber air. Sedangkan menyangkut dengan benih telah disalurkan kepada kelompok tani sebanyak 300 kg.
Hal yang sama juga diutarakan Kepala BNNK Bireuen, Saiful Fadhli, S.STP. Menurutnya, persoalan yang dihadapi sekarang masalah ketersediaan air.
“Kami sudah ke lapangan, karena terkait dengan pusat minta laporan. Dan kondisi di lapangan kendalanya itu (air). Di tempat lain ada turun hujan, namun di Meunasah Bungo selama ini belum pernah turun hujan, sehingga penanaman belum dapat dilakukan. Masalah ini sudah kami laporkan ke BNN Pusat,” kata Saiful Fadhil kemarin di ruang kerjanya.
Menurutnya, kelompok tani penerima manfaat program GDAD telah mengajukan permohonan mesin pompa air dan kompressor, dan telah diteruskan ke Dinas Pertanian Kabupaten Bireuen.
“Karena peran kami (BNNK Bireuen) sebagai koordinator program, apapun masalah dalam pelaksanaan program ini harus diangkat. Dan telah kami laporkan ke BNN Provinsi Aceh dan BNN Pusat,” pungkasnya.
Lantas kenapa BNN memilih lahan yang tidak didukung dengan sumber air?
Mantan Kepala BNNK Lhokseumawe ini mengatakan bahwa, yang menentukan lokasi itu kelompok tani sendiri, dalam hal ini Mantri Tani Kecamatan Peudada, karena mereka lebih menguasai tekhnis dan daerah.
“Yang menunjuk lahan dan kelompok tani kepada kami itu Mantri Tani di Peudada. Karena sebelum program dilaksanakan harus diajukan dulu CP/CL nya. Petani tersebut sudah dibekali oleh BNN pusat sebelum masuk tahapan tanam perdana. Kami berperan sebagai koordinator, sedangkan yang menyangkut dengan hal tekhnis itu tanggung jawab dinas,” ungkapnya.
Disinggung mengenai keberlanjutan program, Saiful Fadhil menjelaskan, program BNN ini akan dilaksanakan sampai tahun 2025. Dan dari program ini diharapkan tumbuh menjadi kawasan agrowisata. “Sekarang untuk kawasan agrowisata sudah mulai digarap oleh masyarakat,” jelasnya.
Seandainya program ini gagal, apa yang akan dilakukan oleh BNN?
“Ini kan program nasional. Untuk pilot projectnya tiga kabupaten di Provinsi Aceh. Kalau masalah kegagalan, nanti perbulan dan triwulan akan dilakukan evaluasi, kemudian kita menunggu titah dari pusat bagaimana. Selanjutnya kami bersama dinas juga akan melaporkan kepada Bupati Bireuen jika ada kendala sampai bulan April belum turun hujan, karena menyangkut dengan permohonan petani (mesin pompa air dan kompressor) apakah bisa disahuti atau tidak, dan kalau tidak kita akan koordinasi dengan BNN provinsi atau BNN Pusat,” tandasnya. (Rizanur)