KABAR BIREUEN– Urusan hutang piutang sering kali menjadi masalah dan kadang membuat orang gelap mata, emosi dan melakukan penganiayaan dan kekerasaan bahkan pada kerabat atau saudara sekalipun saat menagih hutang sehingga berakibat pada proses hukum.
Itu pula yang yang menimpa korban A yang mengalami penganiayaan dari tersangka ZA, keduanya abang dan adik Ipar.
Korban merupakan suami dari kakak kandung pelaku penganiayaan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari Bireuen), Munawal Hadi,S.H,M.H didampingi Kasi Pidum, Dedi Maryadi S.H M.H serta Jaksa Fasilitator, Selasa (6/2/2024) di Kantor Kejaksaan setempat melakukan upaya Perdamaian atau Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (RJ) terhadap Tindak Pidana Penganiayaan tersangka ZA dengan korban A.
Upaya perdamaian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Bireuen tersebut dihadiri keluarga dan perangkat gampong.
Kajari Bireuen, Munawal Hadi menyebutkan, perkara penganiayaan tersebut bermula pada Minggu, 27 Agustus 2023 dini hari.
“Tersangka mendatangi korban untuk menanyakan masalah utang piutang antara korban dengan ibu mertuanya yang merupakan ibu kandung tersangka,” ungkapnya.
Kemudian tersangka memaki-maki korban dan mengambil kayu yang berada di samping pintu rumah mertua korban dan dilempar ke atas korban, tetapi tidak mengenainya.
Lalu tersangka mendekati korban mempertanyakan masalah utang lagi dan tiba-tiba langsung memukul bagian wajah korban dua kali. Sehingga korban terjatuh dan kepalanya terbentur sudut meja.
Setelah itu korban merasa pusing tidak ingat apa-apa lagi, selang beberapa saat kemudian datang istri dan anaknya untuk melerai.
Akibat perbuatan tersangka, saksi korban mengalami bengkak di kepala bagian kiri belakang, kemerahan di kunjungtiva (bagian putih mata) kiri dan kanan, luka memar berwarna kebiruan di wajah bagian kiri, sesuai dengan visum et repertum nomor : 87/2023 yang yang dibuat dan ditandatangani oleh dokter pemeriksa oleh dr. Rauzah.
“Perbuatan tersangka tersebut diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dengan ancaman pidana paling lama 2 tahun dan 8 bulan penjara,” katanya.
Munawal Hadi Selasa menyebutkan, perkara ini sudah diupayakan perdamaian di tingkat gampong namum gagal tercapai.
Kemudian setelah didamaikan oleh Jaksa Fasilitator kedua belah pihak sepakat berdamai dengan syarat tersangka membayar biaya pengobatan korban sebesar Rp3 juta. Tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Selanjutnya perkara ini akan diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menunggu ekspose bersama JAM PIDUM agar disetujui penghentiannya,” sebutnya.
Dikatakan Munawal Hadi, sampai Februari 2024, Kejari Bireuen telah melakukan Penghentian Penuntutan Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sebanyak 4 perkara. (Ihkwati)