KABAR BIREUEN-Perang Krueng Pajoe 24 Nopember 1945 melawan serdadu Jepang dan Sekutu Nica pasca empat bulan Indonesia merdeka merupakan peristiwa yang paling bersejarah bagi rakyat Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

Para pejuang pada masa lalu membangun sebuah monumen (tugu) di lintasan rel kereta api Keude Krueng Panjoe sebagai monumen sejarah kemenangan pasukan API/TKR (Angkatan Pemuda Indonesia/Tentara Keamanan Rakyat) dibawah pimpinan Kapten T Hamzah dan Kepala Staf Divisi V Teuku Hamid Azwar menaklukkan 1000-an serdadu Jepang dibawah pimpinan Mayor Ibihara menyerah kepada API/TKR.

Namun monumen paling bersejarah sudah digusur dari tempat semula akibat di lokasi Monumen sekarang sudah dibangun sederetan ruko. Sedang monumen Perang Krueng Panjoe sudah digusur dicampakkan begitu saja ke belakang deretan ruko.

Dua pejuang kemerdekaan RI A Hadi (90) dan Ishak ( 91), sebagai lasykar rakyat yang terlibat langsung dalam perang Krueng Panjoe bersama API/TKR mengemukakan hal itu kepada Kabar Bireuen saat meninjau ke lokasi monumen Perang Krueng Panjoe, Rabu (9/1/2019).

A Hadi dan Ishak mengaku sangat kecewa terhadap tindakan orang-orang yang dinilai tidak menghargai jasa pejuang begitu mudah melakukan  melakukan penggusuran monumen (tugu) perjuangan.

Enam pejuang lasykar rakyat Krueng Panjoe gugur dalam perang Krueng Panjoe sangat perlu dihormati generasi penerusnya.

“Kami berharap kepada pemerintah Kecamatan Kutablang dan Pemkab Bireuen perlu melakukan penyeldikan terhadap penggusuran menomen Perang Krueng Panjoe, minta dipindahkan kembali ditempat semula,” harap A Hadi.

Dua Batalyon Jepang di Lhokseumawe diperintahklan Komandan  Sekutu  Nica di Medan Brigjen Ted Kelly untuk kembali menduduki Bireuen dan beberapa tempat strategis laiinya untuk melucuti kembali senjara senjata mereka yang telah dirampas rakyat Aceh.

Pegerakan tentara Jepang dengan menumpang kereta api sebelum sampai di Bireuen telah berhasil dihadang empat kompi API/TKR masing-masing dipimpin  Letnan Agus Husin, Letnan TA Hamzani, Letnan Nyak Do dan Letnan Yusuf Ahmad.

Kesatuan Jepang yang begerak ke Bireuen  terdiri dari Btalalyon-I Resimen-III Infantri dibawah pimpinan Mayor Suzuki yang sebelumnya ditempatkan di Lhokseumawe

Dipilihnya Krueng Panoe sebagai basis penghadangan pasukan Jepang, karena Krueng Panjoe memiliki tanggul bendungan air untuk mengairi persawahan.

Pertempuran sengit antara API/TKR serdadu Jepang berlangsung tiga hari tiga malam 24-26 Nopmber 1945, Pada hari ketiga pimpinan tentara Jepang Mayor Ibihara tak mampu melawan serangan API/TKR dan serangan air bendungan yang dilepas menenggelamnya pasukan Jepang saat berlindung di saluran dan lubang perlindungan.

Mayor Ibihara mengibarkan bendera putih (Jepang) menyerah kalah dengan API/TKR dan Lansykar rakyat. Jepang kembali ke Bireuen ingin untuk melucuti senjata yang sudah dirampas rakyat.

Sebaliknya rakyat yang dipusatkan di Krueng Panjoe berhasil membuat Jepang menyerah kalah dan rakyat berhasil melucuti lagi senjata milik serdadu Jepang.

Akibat kekalahnya Mayor Ibihara akhirnya melakukan Harakiri (bunuh diri). (H.AR Djuli)