Gerakan Masyarakat Sipil (OMS) terdiri dari Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat (JMSPS) dan Relawan Perempuan untuk Kemanusian (RpuK) mengadakan konsolidasi Jaringan Masyarakat Sipil di Kabupaten Bireuen, Jumat siang (28/9/2018) di salah satu cafe di Bireuen.

KABAR BIREUEN – Gerakan Masyarakat Sipil (OMS) terdiri dari Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat (JMSPS) dan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RpuK) mengadakan konsolidasi Jaringan Masyarakat Sipil di Kabupaten Bireuen, Jumat siang (28/9/2018) di salah satu cafe di Bireuen.

Konsolidasi tersebut berupa diskusi yang diikuti sejumlah aktivis anti korupsi dan LSM. Seperti GaSAK, SeRAK, RATA, GNPK-RI, aktivis perempuan dan masyarakat sipil. Tujuannya, untuk mengidentifikasi persoalan serta isu-isu yang berkembang di Bireuen.

Selanjutnya, melakukan napak tilas terhadap upaya yang telah dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil di wilayah, membangun strategi advokasi bersama untuk memperkuat konsolidasi organisasi masyarakat sipil dan mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat.

JMSPS dan RPuK melihat masih banyak kekuatan OMS yang dapat dibangun kembali, untuk bisa mendorong cita-cita bersama dalam membangun peradaban baru yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Sehingga, damai dalam makna sesungguhnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Persoalan kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan, masih menjadi isu utama yang dihadapi masyarakat. Kedua persoalan ini, sangat berkontribusi pada indikator kesejahteraan.

Koordinator JMSPS, Norma Manaloe yang memimpin diskusi tersebut, mengharapkan peserta diskusi mengindentifikasi persoalan dan isu-isu yang berkembang di Bireuen.

“Kita ingin mengetahui apa saja isu yang berkembang di Bireuen dari segi penegakan syariat Islam, birokrasi serta kebijakan pemerintah daerah lainnya yang berkembang selama ini,” sebutnya.

Dalam diskusi tersebut dibahas sejumlah hal terkait kebijakan Pemerintah Kabupaten Bireuen, termasuk dalam penegakan syariat Islam, terkait imbauan bupati mengenai standardisasi warung kopi, cafe dan restoran yang sempat menimbulkan kontroversi beberapa waktu lalu.

Lalu, terkait kritikan oleh aktivis kepada Pemkab Bireuen, terkesan pemerintah alergi atas kritikan-kritikan tersebut, terutama yang dilontarkan di media sosial.

Padahal, kritikan tersebut merupakan bentuk dari kontrol masyarakat atas kebijakan pemerintah, agar lebih baik lagi ke depannya.

Salah seorang aktivis perempuan dan anti korupsi, Murni M Nasir, mengungkapkan, terkait birokrasi, dia menilai kurang transparan dan belum terbukanya Pemkab Bireuen terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka buat selama ini.

Dia menilai, pemerintah hanya lebih fokus pada pembangunan insfrastruktur. Sedangkan untuk sektor lain, masih sangat minim perhatiannya.

“Kalau masalah dukungan atas apa yang dikerjakan oleh organisasi atau LSM, pengalaman kami selama ini, memang masih kurangnya perhatian dan penerimaan dari pemerintah,” ungkapnya.

Hal yang sama dikemukakan aktivis lainnya yang menyebutkan, capaian dan kinerja Pemkab Bireuen selama setahun lebih ini, nyaris tak diketahui publik, karena kurang transparannya birokrasi pemerintahan.

“Seharusnya karena setiap program yang dijalankan pemerintah itu menggunakan uang rakyat, maka publik harus tahu apa saja yang telah pemerintah kerjakan selama ini,” katanya.

Dari hasil diskusi tersebut, rencana ke depan, akan dilakukan konsolidasi lagi untuk pemetaan masalah sesuai isu dan rencana tindak lanjutnya. selain itu, juga akan digelar audiensi dengan pemerintah, terkait persoalan-persoalan yang ada di Kabupaten Bireuen. (Ihkwati)