![Resize_20250209_203347_7380](https://kabarbireuen.com/wp-content/uploads/2025/02/Resize_20250209_203347_7380.jpg)
HARI Pers Nasional (HPN) ke-79 yang jatuh pada hari ini, Minggu, 9 Februari 2025, menjadi momentum refleksi penting bagi dunia pers Indonesia. Di tengah perayaan tahunan ini, tak dapat dipungkiri, kondisi pers saat ini sedang menghadapi tantangan besar yang tidak bisa dianggap sepele.
Jika kita menoleh ke masa Orde Baru, pers pernah berada di bawah bayang-bayang otoritarianisme melalui mekanisme Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Mekanisme ini membuat media sulit beroperasi tanpa izin pemerintah dan dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat. Namun, reformasi yang datang kemudian membawa angin segar dengan dihapuskannya SIUPP, memberikan ruang kebebasan yang lebih luas bagi insan pers.
Sayangnya, kebebasan yang seharusnya menjadi berkah justru melahirkan tantangan baru. Media kini tak lagi sekadar menyampaikan informasi yang objektif dan berimbang, tetapi juga digunakan sebagai alat kepentingan politik dan ekonomi oleh para pemilik modal. Independensi media yang seharusnya menjadi pilar utama pers justru semakin terkikis.
Lebih parah lagi, kehadiran media digital dan media sosial semakin memperumit situasi. Di era yang serba cepat ini, informasi beredar tanpa batas waktu dan tempat. Hoaks, disinformasi, dan propaganda menyebar dengan begitu mudahnya. Banyak media yang mengabaikan prinsip dasar jurnalistik seperti verifikasi dan akurasi demi mengejar klik dan keuntungan ekonomi. Berita yang semestinya memberikan pencerahan, malah menjadi alat untuk menyesatkan.
Fenomena yang tak kalah memprihatinkan adalah munculnya wartawan-wartawan dadakan. Dengan hanya bermodal kartu pers, siapa saja kini bisa menyebut dirinya wartawan.Tingkah laku sebagian oknum tersebut yang tidak pantas dengan mengatasnamakan profesi jurnalis, telah menodai citra wartawan di mata masyarakat.
Selain masalah internal tadi, disrupsi digital juga menjadi tantangan besar bagi dunia pers. Platform digital yang berkembang pesat telah mengubah pola konsumsi informasi masyarakat.
Media tradisional seperti surat kabar dan majalah semakin ditinggalkan, sementara algoritma media sosial lebih sering menampilkan konten sensasional dibandingkan berita berbobot. Di sisi lain, persaingan dengan konten kreator independen yang tidak terikat kode etik jurnalistik semakin mempersempit ruang gerak media konvensional.
Namun, meski berada di persimpangan jalan yang penuh tantangan, dunia pers masih memiliki harapan. Untuk tetap relevan dan dipercaya, media harus kembali kepada prinsip-prinsip dasar jurnalistik: integritas, akurasi, dan keberimbangan.
Media juga perlu berinovasi dengan memanfaatkan teknologi digital tanpa mengorbankan nilai-nilai jurnalistik yang luhur. Pendidikan jurnalis yang lebih ketat dan profesional juga menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga kualitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat.
HPN ke-79 ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki kondisi pers di Indonesia. Pemerintah, pemilik media, jurnalis, dan masyarakat, memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga kebebasan pers yang sehat dan bertanggung jawab. Dengan komitmen yang kuat, pers Indonesia akan mampu bangkit dan kembali menjadi pilar demokrasi yang kokoh serta dipercaya oleh masyarakat.
Selamat Hari Pers Nasional 2025. Mari bersama menjaga pers bermartabat demi masa depan Indonesia yang lebih cerah. ***