KABAR BIREUEN – Pemerintah Aceh sangat mendukung dan akan memberi perhatian serius kepada para sineas Aceh untuk berkarya dalam memproduksi film-film documenter.
Demikian disampaikan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh, Drs. Reza Fahlevi, pada acara Award Night Aceh Film Festival 2017 di Taman Budaya Aceh, Minggu (10/12/2017) malam.
“Pada kenyataannya, banyak sekali realita yang terjadi di masyarakat kita yang layak diangkat ke dalam film documenter. Kita memang mengakui, pembuatan film dokumenter membutuhkan waktu relatif lama dan terkadang butuh dana cukup besar,” sebutnya.
Menurut Irwandi Yusuf sebagaimana disampaikan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Aceh tersebut, upaya untuk mendorong gairah para sineas Aceh untuk berkarya, sangat penting diperkuat.
“Aceh Film Festival ini adalah wahana untuk untuk mendorong semangat itu. Karena itu, saya berharap kegiatan festival ini dapat terus dilaksanakan secara periodik, agar bakat-bakat besar anak-anak muda Aceh dalam menghadirkan karya-karya film dapat kita berdayakan,” harap Gubernur.
Gubernur juga menyampaikan terima kasih kepada komunitas Aceh Documentary Film serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh yang menggagas pelaksanaan Aceh Film Festival (AFF) tahun 2017. Diharapkannya, keberadaan AFF ini dapat mendukung gairah perfilman Nasional dengan gagasan-gagasan bernuansa Aceh.
Pada kesempatan tersebut Gubernur Aceh memberikan penghargaan kepada Darius Sinathrya, produser film “Night Bus” yang dibintangi oleh Teuku Rifnu, dengan sutradara Emil Heradi.
Menurut Irwandi, film tersebut telah mengundang decak kagum para pengamat film nasional, dan belum lama ini telah menyabet sejumlah penghargaan di ajang Festival Film Indonesia 2017 di Manado, termasuk penghargaan sebagai film terbaik.
Disebutkannya, latar belakang cerita yang disampaikan dalam film Night Bus itu, merupakan kisah yang terjadi di Aceh pada masa konflik.
“Walaupun nama tempat dan gejolak politik yang ditampilkan sama sekali tidak menggunakan kata ‘Aceh’, namun siapapun tahu bahwa inspirasi cerita itu berasal dari kisah yang terjadi di daerah kita. Bahkan kalau mau jujur, ketegangan-ketegangan yang dipaparkan di dalam film itu sebenarnya masih tidak seberapa dibanding fakta yang terjadi di lapangan,” timpalnya. (Rizanur)